Keadaan pribadi Nabi juga 
sangat menyedihkan. Apalagi kaum musyrikin betul-betul dendam kepada 
beliau. Beberapa prajurit musyrikin berusaha mendekati beliau, ada yang 
berhasil memecahkan topi baja beliau sehingga melukai kepala dan 
menembus pipi beliau serta mematahkan gigi seri beliau.
Al-Imam Al-Bukhari  menceritakan dalam Shahih-nya:
بَابُ
 {لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ 
يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ} قَالَ حُمَيْدٌ وَثَابِتٌ عَنْ 
أَنَسٍ: شُجَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ أُحُدٍ
 فَقَالَ: كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ. فَنَزَلَتْ {لَيْسَ
 لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ}
“Bab firman Allah l:
…لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka..).1 Humaid dan Tsabit berkata, dari Anas bahwasanya Nabi luka
 berdarah kepala beliau pada perang Uhud, lalu berkata: “Bagaimana 
mungkin beruntung satu kaum yang melukai Nabi mereka. Maka turunlah 
ayat: لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu).”
Ibnu Hajar  mengatakan (Al-Fath, 7/457):
Adapun hadits (riwayat) Humaid
 (Ath-Thawil), disambungkan sanadnya oleh Al-Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan
 An-Nasa`i dari beberapa jalan dari Humaid. Ibnu Ishaq sendiri dalam 
kitab Al-Maghazi mengatakan: “Telah bercerita kepada 
saya Humaid Ath-Thawil dari Anas, katanya: “Pecah gigi seri Nabi pada 
waktu perang Uhud, dan wajah beliau luka sehingga mengalirlah darah di 
wajah beliau. Mulailah beliau mengusap darah yang mengalir di wajahnya 
seraya berkata:
كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ خَضَّبُوا وَجْهَ نَبِيِّهِمْ بِالدَّمِ وَهُوَ يَدْعُوهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ
(Bagaimana beruntung suatu
 kaum yang menodai wajah Nabi mereka dengan darah, padahal dia mengajak 
mereka kembali kepada Rabb mereka ), maka turunlah ayat (128 surat Ali 
‘Imran)).”
Adapun hadits (riwayat) Tsabit
 disambungkan sanadnya oleh Al-Imam Muslim dari riwayat Hammad bin 
Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi berkata pada peristiwa Uhud 
dalam keadaan darah mengalir di wajah beliau:
كَيْفَ
 يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوا نَبِيَّهُمْ وَكَسَرُوا رَبَاعِيَتَهُ وَهُوَ 
يَدْعُوهُمْ إِلَى اللَّهِ. فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ {لَيْسَ لَكَ 
مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ}
“Bagaimana beruntung suatu
 kaum yang melukai Nabi mereka dan memecahkan gigi serinya, padahal-dia 
mengajak mereka kepada Allah. Maka ‘Allah menurunkan firman-Nya: لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu)”.
Kemudian Ibnu Hajar menukilkan
 riwayat Ibnu Hisyam dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri bahwasanya ‘Utbah 
bin Abi Waqqash-lah yang memecahkan gigi dan bibir Rasulullah bagian 
bawah, sedangkan ‘Abdullah bin Syihab Az-Zuhri melukai kening Nabi , dan
 ‘Abdullah bin Qami`ah melukai pelipis beliau sehingga lingkar besi topi
 baja beliau menembus wajah beliau.
Ibnu Ishaq sebagaimana dinukil
 Ibnu Hajar menceritakan ucapan Sa’d bin Abi Waqqash yang mengatakan: 
“Belum pernah saya berambisi membunuh seseorang sama sekali sebagaimana 
ambisi saya untuk membunuh saudara saya sendiri ‘Utbah karena 
perlakuannya terhadap Nabi pada waktu Uhud.”
Ibnul Qayyim  menceritakan (dalam kitab Az-Zaad 3/198)
 bahwa ketika sedang berkecamuknya pertempuran, syaithan berteriak bahwa
 Muhammad telah terbunuh.2 Ibnu Qami`ah setelah berhasil melukai 
Rasulullah  kembali kepada pasukan musyrikin dan mengatakan bahwa dia 
telah membunuh Muhammad , padahal dia hanya berhasil melukai kepala 
beliau.
Hal ini menyebabkan semangat 
sebagian kaum muslimin semakin merosot untuk melanjutkan pertempuran. 
Sebagian dari mereka melarikan diri, sebagian lagi bertempur hingga 
gugur sebagai syuhada`. Dan satu persatu sahabat-sahabat Rasulullah 
berguguran.
Imam Bukhari meriwayatkan pula:
عَنْ
 عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: لَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ 
هُزِمَ الْمُشْرِكُونَ فَصَرَخَ إِبْلِيسُ لَعْنَةُ اللهِ عَلَيْهِ: أَيْ 
عِبَادَ اللهِ، أُخْرَاكُمْ. فَرَجَعَتْ أُولاَهُمْ فَاجْتَلَدَتْ هِيَ 
وَأُخْرَاهُمْ. فَبَصُرَ حُذَيْفَةُ فَإِذَا هُوَ بِأَبِيهِ الْيَمَانِ، 
فَقَالَ: أَيْ عِبَادَ اللهِ، أَبِي، أَبِي! قَالَ: قَالَتْ: فَوَاللَّهِ 
مَا احْتَجَزُوا حَتَّى قَتَلُوهُ. فَقَالَ حُذَيْفَةُ: يَغْفِرُ اللهُ 
لَكُمْ
“Dari ‘Aisyah , katanya: “Pada
 waktu perang Uhud, mulanya kaum musyrikin berhasil dikalahkan, maka 
berteriaklah Iblis yang dilaknat oleh Allah: “Hai hamba Allah, yang 
terakhir dari kalian.” Maka kembalilah barisan pertama mereka sehingga 
bergabung dengan yang terakhir (mengepung kaum muslimin). Hudzaifah 
melihat, ternyata ayahnya Al-Yaman, diapun berteriak: “Hai hamba Allah 
itu ayahku, ayahku.”
Kata ‘Aisyah: “Mereka mengepungnya lalu membunuhnya.” Kata Hudzaifah: “Semoga Allah mengampuni kamu.”
Abu Dawud Ath-Thayalisi 
meriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa Abu Bakr kalau teringat peristiwa Uhud 
menceritakan bahwa itu adalah hari-harinya Thalhah bin ‘Ubaidillah. Saya
 termasuk orang pertama yang kembali mendekati Rasulullah. Saya lihat 
ada seseorang bertempur membela Rasulullah. Ternyata Thalhah yang 
bertempur dengan hebat hingga putus jari-jarinya. Dia berkata: ”Hiss.” 
Nabi berkata kepadanya: ”Seandainya kau ucapkan Bismillah, niscaya para 
malaikat akan mengangkatmu sedangkan orang banyak melihat.” (Al-Fath 
7/451).
Gugurnya Hamzah bin ‘Abdil Muththalib
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:
عَنْ
 جَعْفَرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ الضَّمْرِيِّ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ 
عُبَيْدِاللَّهِ بْنِ عَدِيِّ ابْنِ الْخِيَارِ، فَلَمَّا قَدِمْنَا حِمْصَ
 قَالَ لِي عُبَيْدُاللهِ بْنُ عَدِيٍّ: هَلْ لَكَ فِي وَحْشِيٍّ 
نَسْأَلُهُ عَنْ قَتْلِ حَمْزَةَ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. وَكَانَ وَحْشِيٌّ 
يَسْكُنُ حِمْصَ، فَسَأَلْنَا عَنْهُ فَقِيلَ لَنَا هُوَ ذَاكَ فِي ظِلِّ 
قَصْرِهِ كَأَنَّهُ حَمِيتٌ. قَالَ: فَجِئْنَا حَتَّى وَقَفْنَا عَلَيْهِ 
بِيَسِيرٍ فَسَلَّمْنَا فَرَدَّ السَّلاَمَ. قَالَ: وَعُبَيْدُاللهِ 
مُعْتَجِرٌ بِعِمَامَتِهِ مَا يَرَى وَحْشِيٌّ إِلاَّ عَيْنَيْهِ 
وَرِجْلَيْهِ. فَقَالَ عُبَيْدُ اللهِ: يَا وَحْشِيُّ، أَتَعْرِفُنِي؟ 
قَالَ: فَنَظَرَ إِلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: لاَ وَاللهِ، إِلاَّ أَنِّي 
أَعْلَمُ أَنَّ عَدِيَّ بْنَ الْخِيَارِ تَزَوَّجَ امْرَأَةً يُقَالُ لَهَا
 أُمُّ قِتَالٍ بِنْتُ أَبِي الْعِيصِ، فَوَلَدَتْ لَهُ غُلاَمًا بِمَكَّةَ
 فَكُنْتُ أَسْتَرْضِعُ لَهُ، فَحَمَلْتُ ذَلِكَ الْغُلاَمَ مَعَ أُمِّهِ 
فَنَاوَلْتُهَا إِيَّاهُ، فَلَكَأَنِّي نَظَرْتُ إِلَى قَدَمَيْكَ. قَالَ: 
فَكَشَفَ عُبَيْدُ اللهِ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ قَالَ: أَلاَ تُخْبِرُنَا 
بِقَتْلِ حَمْزَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ، إِنَّ حَمْزَةَ قَتَلَ طُعَيْمَةَ بْنَ 
عَدِيِّ بْنِ الْخِيَارِ بِبَدْرٍ، فَقَالَ لِي مَوْلاَيَ جُبَيْرُ بْنُ 
مُطْعِمٍ: إِنْ قَتَلْتَ حَمْزَةَ بِعَمِّي فَأَنْتَ حُرٌّ. قَالَ: 
فَلَمَّا أَنْ خَرَجَ النَّاسُ عَامَ عَيْنَيْنِ وَعَيْنَيْنِ جَبَلٌ 
بِحِيَالِ أُحُدٍ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ وَادٍ، خَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ إِلَى
 الْقِتَالِ فَلَمَّا أَنِ اصْطَفُّوا لِلْقِتَالِ، خَرَجَ سِبَاعٌ 
فَقَالَ: هَلْ مِنْ مُبَارِزٍ؟ قَالَ: فَخَرَجَ إِلَيْهِ حَمْزَةُ بْنُ 
عَبْدِالْمُطَّلِبِ، فَقَالَ: يَا سِبَاعُ، يَا ابْنَ أُمِّ أَنْمَارٍ 
مُقَطِّعَةِ الْبُظُورِ، أَتُحَادُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى الله 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: ثُمَّ شَدَّ عَلَيْهِ فَكَانَ كَأَمْسِ 
الذَّاهِبِ. قَالَ: وَكَمَنْتُ لِحَمْزَةَ تَحْتَ صَخْرَةٍ فَلَمَّا دَنَا 
مِنِّي رَمَيْتُهُ بِحَرْبَتِي فَأَضَعُهَا فِي ثُنَّتِهِ حَتَّى خَرَجَتْ 
مِنْ بَيْنِ وَرِكَيْهِ. قَالَ: فَكَانَ ذَاكَ الْعَهْدَ بِهِ فَلَمَّا 
رَجَعَ النَّاسُ رَجَعْتُ مَعَهُمْ فَأَقَمْتُ بِمَكَّةَ حَتَّى فَشَا 
فِيهَا اْلإِسْلاَمُ، ثُمَّ خَرَجْتُ إِلَى الطَّائِفِ فَأَرْسَلُوا إِلَى 
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولاً، فَقِيلَ لِي 
إِنَّهُ لاَ يَهِيجُ الرُّسُلَ. قَالَ: فَخَرَجْتُ مَعَهُمْ حَتَّى 
قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا
 رَآنِي قَالَ: آنْتَ وَحْشِيٌّ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. قَالَ: أَنْتَ قَتَلْتَ 
حَمْزَةَ؟ قُلْتُ: قَدْ كَانَ مِنَ اْلأَمْرِ مَا بَلَغَكَ. قَالَ: فَهَلْ 
تَسْتَطِيعُ أَنْ تُغَيِّبَ وَجْهَكَ عَنِّي؟ قَالَ: فَخَرَجْتُ، فَلَمَّا 
قُبِضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ 
مُسَيْلَمَةُ الْكَذَّابُ، قُلْتُ: لَأَخْرُجَنَّ إِلَى مُسَيْلَمَةَ 
لَعَلِّي أَقْتُلُهُ فَأُكَافِئَ بِهِ حَمْزَةَ. قَالَ: فَخَرَجْتُ مَعَ 
النَّاسِ فَكَانَ مِنْ أَمْرِهِ مَا كَانَ. قَالَ: فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ 
فِي ثَلْمَةِ جِدَارٍ كَأَنَّهُ جَمَلٌ أَوْرَقُ ثَائِرُ الرَّأْسِ. قَالَ:
 فَرَمَيْتُهُ بِحَرْبَتِي فَأَضَعُهَا بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَتْ 
مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ، قَالَ: وَوَثَبَ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنَ 
اْلأَنْصَارِ فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ عَلَى هَامَتِهِ. قَالَ: قَالَ عَبْدُ
 اللهِ بْنُ الْفَضْلِ: فَأَخْبَرَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ يَسَارٍ أَنَّهُ 
سَمِعَ عَبْدَ الله بْنَ عُمَرَ يَقُولُ: فَقَالَتْ جَارِيَةٌ عَلَى ظَهْرِ
 بَيْتٍ: وَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ قَتَلَهُ الْعَبْدُ اْلأَسْوَدُ
“Dari Ja’far bin ‘Amr bin 
Umayyah Adh-Dhamri, katanya: “Saya berangkat bersama ‘Ubaidullah bin 
‘Adi bin Khiyar. Ketika tiba di Himsh, ‘Ubaidullah bin ‘Adi berkata 
kepada saya: “Maukah kamu bertemu Wahsyi, lalu kita tanyakan dia tentang
 pembunuhan terhadap Hamzah?” 
Saya berkata: “Ya.” Wahsyi
 ketika itu tinggal di Himsh. Lalu kami pun bertanya tentang dia. 
Dikatakan kepada kami bahwa dia di bawah naungan rumahnya seakan-akan 
dia hamit3.
Kami menemuinya hingga 
berdiri di dekatnya, lalu kami ucapkan salam kepadanya dan dia pun 
membalas salam kami. Waktu itu ‘Ubaidullah melilitkan sorbannya sehingga
 yang dilihat Wahsyi hanyalah mata dan kedua kakinya. Dia berkata: “Hai 
Wahsyi, kamu kenal saya?” Wahsyi memandangnya kemudian ia berkata: 
“Tidak, demi Allah. Hanya saja saya tahu ‘Adi bin Khiyar menikah dengan 
seorang wanita bernama Ummu Qital bintu Abil ‘Ish, lalu melahirkan 
seorang putera di Makkah. Dan saya mencarikan susuan untuk anak itu. 
Saya membawa anak itu dan ibunya, lalu saya berikan kepada wanita itu. 
Seakan-akan saya melihat kedua kakimu.”
‘Ubaidullah membuka sorbannya, lalu berkata: “Maukah kamu ceritakan tentang terbunuhnya Hamzah?”
Kata Wahsyi: “Ya. 
Sesungguhnya Hamzah telah membunuh Thu’aimah bin ‘Adi bin Khiyar dalam 
perang Badr. Lalu berkatalah majikan saya Jubair bin Muth’im kepada 
saya: “Kalau kamu bunuh Hamzah sebagai balasan atas pamanku, maka kamu 
bebas.”
Maka ketika orang-orang 
berangkat tahun ‘ainain –sebuah gunung setentang Uhud yang dipisahkan 
sebuah lembah– saya ikut bersama mereka.
Ketika mereka telah berbaris, keluarlah Siba’, dia berkata: “Siapa yang maju bertanding?”
Lalu keluarlah Hamzah bin 
‘Abdil Muththalib menyambut tantangannya, katanya: “Hai Siba’, hai 
putera Ummu Anmar, pemotong buzhur4, apakah kamu menentang Allah dan 
Rasul-Nya ?”
Kemudian Hamzah 
menyerangnya dan berhasil membunuhnya. Lalu saya bersembunyi mengintai 
Hamzah di bawah sebuah batu besar. Setelah dia mendekat ke arah saya, 
saya lemparkan tombak saya tepat menembus perutnya. Itulah kematiannya.
Setelah orang-orang 
kembali, saya pun ikut bersama mereka. Saya pun tinggal di Makkah sampai
 Islam tersebar di sana. Kemudian saya keluar menuju Thaif. Merekapun 
mengirim utusan kepada Rasulullah , lalu dikatakan kepada saya bahwa beliau tidak menghardik dan menyakiti para utusan.”
Saya pun berangkat bersama mereka hingga bertemu dengan Rasulullah . Setelah melihat saya beliau bertanya: “Engkau Wahsyi?”
Saya berkata: “Ya.” 
Kata beliau: “Engkau yang membunuh Hamzah?”
Saya berkata: “Itulah berita yang sampai kepada anda.”
Beliau berkata lagi: “Bisakah engkau jauhkan wajahmu dari saya?”5
Saya pun keluar. Setelah Rasulullah 
 wafat, muncullah Musailamah Al-Kadzdzab (Si Pendusta).6 Saya bertekad 
akan keluar menghadapinya. Mudah-mudahan saya dapat membunuhnya sebagai 
tebusan atas terbunuhnya Hamzah.7 Maka saya keluar bersama kaum 
muslimin. Kemudian terjadilah sebagaimana yang terjadi. 
Ternyata ada seseorang 
berdiri di rekahan sebuah dinding seakan-akan seekor unta kelabu yang 
kusut rambutnya, lantas saya lemparkan tombak tepat menembus kedua 
dadanya hingga ke tulang belikatnya. Lalu melompatlah seseorang dari 
Anshar8 lalu menebas kepalanya.”
Kata rawi: “’Abdullah bin 
Al-Fadhl9 berkata: “Sulaiman bin Yasar menceritakan kepada saya bahwa 
dia mendengar ‘Abdillah bin ‘Umar berkata: “Seorang budak wanita berkata
 dari atas balkon sebuah rumah: “Tolong, Amirul Mukminin (yakni 
Musailamah) dibunuh seorang budak hitam (Wahsyi).”
Beberapa ahli tarikh 
menceritakan kekalahan ini dan menerangkan bahwa kaum muslimin yang 
tewas dalam perang Uhud adalah sekitar tujuh puluh orang.
(Bersambung, insya Allah)
1 Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 128.
2 Lihat juga Tafsir Ibnu Katsir t ketika menerangkan ayat 144 surat Ali ‘Imran.
3 Maksudnya hitam dan gemuk.
4 Wanita yang bekerja 
mengkhitan perempuan. Dan kalimat ini adalah ejekan yang sangat 
menyakitkan bagi yang mendengarnya. Wallahu a’lam.
5 Yakni, jangan sampai melihat Rasulullah n, wallahu a’lam.
6 Yang mengaku-aku Nabi.
7 Dalam riwayat lain dia 
menyatakan: “Saya telah membunuh sebaik-baik manusia (setelah Rasulullah
 n), dan sejahat-jahat manusia (yaitu Musailamah). Wallahu a’lam.
8 Yaitu ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Mazini.
9 Ibnu ‘Abbas bin Rabi’ah bin 
Al-Harits bin ‘Abdil Muththalib Al-Hasyimi Al-Madini, dari kalangan 
tabi’in kecil (setingkat Az Zuhri atau yang semasa dengan beliau). 
Wallahu a’lam.















1 comments:
Bismillah. Assalamu'alaikum.. Mohon artikelnya dilanjutkan ya.. dan disambungkan linknya di sini.
Jazaakallahu khairan..
Post a Comment