Istiqomah

Memperjuangkan Sunnah diatas manhaj salaful ummah
http://2.bp.blogspot.com/-QHClR2wJiM0/T99FbAKoBEI/AAAAAAAACqQ/w5gOywahFzc/s1600/bunga-mawar-pink.jpg

  • Adab-Adab Berbicara Bagi Wanita Muslimah
  • Wahai saudariku muslimah.. Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara.

    http://www.salafy.or.id/wp-content/uploads/2012/11/ilustrasi_101020100017-230x200.jpg

  • Beberapa Kisah Yang Menyedihkan
  • Keadaan pribadi Nabi juga sangat menyedihkan. Apalagi kaum musyrikin betul-betul dendam kepada beliau. Beberapa prajurit musyrikin berusaha mendekati beliau, ada yang berhasil memecahkan topi baja beliau sehingga melukai kepala dan menembus pipi beliau serta mematahkan gigi seri beliau.

    http://fitrahfitri.files.wordpress.com/2010/10/images1.jpeg

  • Bahasan Singkat Tentang Menutup Aurat
  • Propaganda musuh-musuh islam senantiasa dan semakin dilancarkan dalam segala sisi kehidupan. Hal tersebut telah ter-nash-kan dalam Firman Allah Ta’aala berkaitan dengan sifat yang dimiliki oleh musuh-musuh islam dari kalangan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani).

    http://1.bp.blogspot.com/_XovKUH-N0SA/TPHLHtMPIPI/AAAAAAAAAoM/XwsXjIMDeFs/s400/Pencil%252520on%252520pad%252520of%252520paper.jpg

  • ANasehat Untuk para Pendidik (Pengajar)
  • Sesungguhnya pentingnya peran pengasuh (pendidik) sangat besar sekali, amalnya termasuk amal-amal yang paling mulia apabila di tekuni dan ikhlas karena allah dan mengajar para siswa dengan pengajaran islami yang benar.

    http://www.colourbox.com/preview/3089788-135191-book-and-pencil-on-white.jpg

  • pengajaran-akhlak-ala-rasulullah.html
  • Rasulullah Shallallahu’alaihiwassalam adalah contoh panutan dalam setiap aspek kehidupan. Beliau Shallallahu’alaihiwassalam senantiasa memberikan contoh aplikatif sehingga mudah untuk di laksanakan setiap orang. Bagaimana beliau Shallallahu’alaihiwassalam berinteraksi dengan anak -anak, merintahkan meraka, bermain bersama dengan mereka, berlemah lembut pada mereka, tidak pernah marah, membentak apalagi memukul.

    Daurah "Menangkal Bahaya Pemikiran Liberalisme" (Bantul,30/10/2010)

    Jum'at 29 Oktober 2010, kategori Info Dauroh
    Penulis: Admin

    Bismillah...

    Hadirilah, Daurah bertema :
    "Menangkal Bahaya Pemikiran Liberalisme Yang Muncul Dalam Islam"

    Pembicara :
    Al Ustadz Luqman Ba’abduh

    Insya Allah dilaksanakan hari Sabtu 30 Oktober 2010 / 22 Dzulqadah 1431 H
    Pukul 09.00 WIB – selesai
    Tempat:
    Masjid Agung Manunggal
    Jl. Jendral Sudirman no 1, Bantul

    Peserta :
    UMUM (khusus Putra, Putri disediakan di PP Ar Ridlo, Sangkal, Sewon, Bantul & TA Ibnu Taimiyyah, Sedan, Ngaglik Sleman)

    Selengkapnya klik pamflet ini :
    http://www.salafy.or.id/upload/bantul30102010.jpg
     






    Kontak Person :
    Pakis 0274 7170587, 085747566736

    Penyelenggara :
    Panitia Kajian Islam PAKIS (Jogja & Bantul)
    Kerjasama dgn ta'mir masjid Agung Manunggal

    Demikian informasi ini semoga bermanfaat.

    SIKAP SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH DAN ‘ULAMA ISLAM DARI SERUAN KEBEBASAN BERAGAMA

    Sabtu 16 Oktober 2010, kategori Manhaj
    Penulis: Admin

    SIKAP SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH DAN ‘ULAMA ISLAM DARI SERUAN KEBEBASAN BERAGAMA

    Sikap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ulama islam dari seruan kebebasan beragama, persaudaraan dan persamaan agama

    بسم الله الرحمن الرحيم

    الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه .

    أما بعد :

    Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam majmu’ fatawa (28:523-525) tatkala Beliau berbicara tentang agama dan keyakinan bangsa Tatar Dan persamaan mereka terhadap semua agama:

    Mereka mengaku beragama Islam namun mereka memuliakan agama orang- orang kafir diatas agama kaum muslimin, mereka taat dan bersikap loyal kepada orang- orang kafir itu melebihi ketaatan mereka kepada Allah Dan Rasul-Nya Dan sikap loyalnya kepada kaum musimin. Mereka berhukum dengan hukum jahiliah terhadap perselisihan yang terjadi diantara mereka dan bukan dengan hukum Allah. Demikian pula para pembesar dari para menteri dan yang lainnya yang menjadikan agama Islam seperti agama yahudi dan Nashara dan bahwa itu semua merupakan jalan menuju Allah yang kedudukannya seperti empat mazhab dikalangan kaum muslimin.

    Kemudian diantara mereka ada yang Lebih menguatkan agama yahudi atau agama nashara Dan diantara mereka pula Ada yang menguatkan agama kaum muslimin. Ucapan ini menyebar Dan mendominasi mereka sampai dikalangan para fuqaha dan ahli ibadahnya, lebih terkhusus lagi kaum jahmiyah Dari kalangan wihdatul wujud, atau fir’auniyah Dan yang semisalnya , dimana keyakinan filsafat lebih mendominasi mereka.Ini merupakan pendapat kebanyakan kaum filsafat atau mayoritas mereka, dan ini merupakan pendapat kebanyakan kaum nashara atau mayoritas mereka Dan juga kaum yahudi. Bahkan jika seseorang berkata: bahwa mayoritas tokoh mereka dari kalangan ahli fikih Dan ahli ibadahnya mereka diatas prinsip ini, hal itu tidak jauh dari kebenaran.

    Dan sungguh aku telah melihat dan mendengar Hal itu yang tidak mencukupi tempat ini untuk menjelaskannya.

    Merupakan hal yang telah dimaklumi secara pasti dalam agama islam dan berdasarkan kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa siapa yang membenarkan untuk mengikuti selain agama islam atau mengikuti syari’at selain syari’at Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam maka dia kafir, dan kekafirannya seperti orang yang beriman kepada sebagian al- kitab dan mengingkari sebagian lainnya , sebagaimana firman Allah Ta’la:
    { إنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا } { أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا } .

    “sesungguhnya orang- orang kafir terhadap Allah dan para rasul-Nya dan mereka ingin membedakan antara Allah dan para rasul-Nya dan mengatakan: kami beriman kepada sebagian dan mengingkari sebagian dan mereka ingin menjadikan diantaranya sebagai jalan. Mereka itulah orang kafir sebenar- benarnya dan Kami telah menyiapkan bagi orang- orang kafir tersebut azab yang pedih.”

    Kaum Yahudi dan Nashara termasuk didalamnya, demikian pula kaum filosof yang beriman kepada sebagian dan mengkufuri sebagian. Siapa yang menjadi filosof dari kalangan yahudi dan nashara maka dia menjadi kafir dari dua arah.

    Mereka ini mayoritas para menteri mereka yang menuangkan pendapatnya adalah orang yang berasal dari jenis ini, dimana dia sebelumnya seorang yahudi filosofi kemudian menisbatkan dirinya kepada islam sementara masih terdapat karakter yahudi dan filsafat pada dirinya, ditambah lagi adanya pemikiran rafidhah pada diri mereka.

    Inilah yang paling mulia menurut mereka dari kalangan ilmuwannya dan yang paling ditokohkan dari para pejuangnya, maka hendaklah seorang mukmin mengambil pelajaran dari hal ini.

    Kesimpulannya, tidaklah muncul kemunafikan, zindiq, dan penyelewengan syariat melainkan bagian dari mengikuti kaum Tatar, sebab mereka adalah makhluk yang paling jahil dan paling sedikit ilmunya dalam agama dan paling jauh dari mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam, dan makhluk yang paling suka mengikuti prasangka dan hawa nafsu .
    وصلى الله على نبينا محمد
    وعلى آله وصحبه وسلم

    Ditulis oleh: Rabi’ bin Hadi Umair Al-Madkhali

    Tgl 17-6-1431 H.

    www.rabee.net

    Sumber: http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=134:sikap-syaikhul-islam-ibnu-taimiyah-dan-ulama-islam-dari-seruan-kebebasan-beragama&catid=1:aqidah-islam&Itemid=28

    Wajah Buruk Yahudi

    Sabtu 16 Oktober 2010, kategori Manhaj
    Penulis: Admin

    Wajah Buruk Yahudi

    Potret Yahudi, di mata umat Islam, memang demikian kelam. Sejak jaman baheula (dahulu) hingga kini, kejahatan dan keculasannya teramat sulit untuk dilupakan. Saking banyaknya, bisa jadi daftar riwayat kekejiannya bakal memenuhi lemari sejarah.

    Orang-orang Yahudi memandang bahwa mereka adalah umat pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka merasa diistimewakan dan dilebihkan atas seluruh umat pada zamannya, yaitu semasa Nabi Musa ‘alaihissalam.

    Disebutkan oleh Abul Fida` Ismail Ibnu Katsir rahimahullahu dalam Tafsir-nya, bahwa dilebihkannya mereka atas umat-umat yang lalu pada masanya, yaitu dengan dikaruniai keutamaan diutusnya para rasul Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kalangan mereka, diturunkan kitab-kitab suci kepada mereka, dan diberinya mereka kerajaan.

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman berkenaan dengan keutamaan yang telah diberikan kepada mereka:



    “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.” (Al-Baqarah: 47)

    Kata al-yahudu (الْيَهُودُ), menurut Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab, secara etimologi berasal dari kata hadu (هَادُوا) yang bermakna mereka telah bertaubat. Sepadan dengan itu, Ibnu Katsir rahimahullahu dalam Tafsir-nya mengungkapkan pula bahwa al-yahud adalah para pengikut Musa ‘alaihissalam. Mereka adalah orang-orang yang berhukum pada Taurat di zamannya. Kata al-yahud itu sendiri adalah at-tahawwudu (التَّهَوُّدُ) yang memiliki makna at-taubah. Sebagaimana Musa ‘alaihissalam berkata:



    “Sungguh kami telah bertaubat kepada-Mu.” (Al-A’raf: 156)

    Maka, penamaan mereka dengan al-yahud lantaran sikap taubat mereka. Adapun secara nasab, mereka digariskan kepada anak keturunan Ya’qub ‘alaihissalam.

    Al-Qur`an sendiri banyak membongkar keculasan watak Yahudi. Walau mereka telah mendapatkan keutamaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun karunia tersebut tidak disyukuri sebagaimana mestinya. Bahkan mereka menunjukkan sikap pembangkangan, arogan, dan durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Mereka semestinya mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala namun justru menjadikan ‘Uzair sebagai anak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lihatlah, bagaimana mereka berpaling dari apa yang mereka janjikan untuk bertauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka kedok watak mereka yang sebenarnya:



    “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. Lantas kalian tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari kalian, dan kalian selalu berpaling.” (Al-Baqarah: 83)

    Kemudian, nyata sekali kebatilan agama Yahudi setelah mereka menjadikan ‘Uzair sebagai anak Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana orang-orang Nasrani menjadikan Al-Masih sebagai anak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman-Nya:



    “Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putera Allah’. Dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Al-Masih putera Allah’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka, bagaimana mereka bisa berpaling.” (At-Taubah: 30)

    Tak cuma itu. Mereka pun melakukan penyimpangan tauhid dengan menjadikan para ulama (al-ahbar) dan orang-orang ahli ibadah (ar-ruhban) sebagai sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.



    “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (mereka juga mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya diperintah menyembah Ilah yang Esa, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 31)

    Menjelaskan ayat di atas, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan menyatakan, bahwa para alim dan ahli ibadah tersebut merupakan kalangan Yahudi dan Nashara. Yahudi dan Nashara telah menjadikan para ulama dan orang-orang ahli ibadah dari kalangan mereka sebagai tuhan (sesembahan) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. (I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, hal. 120)

    Termasuk yang menyebabkan mereka menjadi musuh Islam, adalah sikap Yahudi yang gemar mengubah ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti disebutkan Ibnu Katsir rahimahullahu saat memberi penafsiran terhadap ayat:



    “Dan di antara orang-orang Yahudi amat suka mendengar (perkataan/berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum datang kepadamu. Mereka mengubah-ubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya…” (Al-Ma`idah: 41)

    Maka kata Ibnu Katsir rahimahullahu, bahwa yang dimaksud orang-orang Yahudi adalah mereka yang merupakan musuh-musuh Islam dan pemeluknya secara menyeluruh.

    Mereka mengubah-ubah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menafsirkannya dengan tafsir yang bukan sebagaimana dimaksudkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Sisi lain, kaum Yahudi pun melakukan penolakan terhadap Al-Qur`an. Ketika mereka diperintahkan untuk beriman kepada Al-Qur`an, mereka melakukan tindak pembangkangan dan arogansi secara menantang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



    “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Berimanlah kepada Al-Qur`an yang diturunkan Allah’, mereka berkata: ‘Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami’. Dan mereka kafir kepada Al-Qur`an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al-Qur`an itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: ‘Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?’.” (Al-Baqarah: 91)

    Mereka tak hendak memancangkan keimanan di dalam hati mereka terhadap Al-Qur`an. Mereka sekedar mencukupkan diri sebatas pada Taurat dan Injil. Padahal Al-Qur`an telah mencakup dan membenarkan kitab-kitab yang datang sebelumnya, termasuk Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Inilah bentuk kesombongan Yahudi. Pantas bila kemudian mereka mendapat laknat disebabkan sikap-sikap mereka yang tidak mau beriman dan bersikap melampaui batas:



    “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (Al-Ma`idah: 78)

    Selain itu, mereka termasuk pula orang-orang yang mendapat murka dari Allah Subhanahu wa Ta’ala:



    “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah.” (Ali ‘Imran: 112)
    … وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللهِ …

    “…dan mereka mendapat kemurkaan dari Allah…” (Al-Baqarah: 61)



    “Dan mereka mendapat murka setelah kemurkaan…” (Al-Baqarah: 90)

    Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu saat menerangkan ayat-ayat di atas, bahwa (ayat-ayat tersebut) ini merupakan penjelas bahwasanya al-yahud dimurkai atas mereka. (Iqtidha` Ash-Shirath Al-Mustaqim, hal. 117)

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu, dalam menjelaskan Yahudi sebagai kaum yang dimurkai, mengutip pula hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu. Hadits ini dihasankan Asy-Syaikh Muhammad Nashirudin Al-Albani rahimahullahu. Disebutkan dalam hadits tersebut:



    “Sesungguhnya Yahudi dimurkai atas mereka, dan sesungguhnya Nashara adalah orang-orang yang sesat.” (HR. At-Tirmidzi no. 2953)

    Itulah sosok Yahudi. Digambarkan secara transparan melalui Al-Qur`an dan As-Sunnah. Walau mereka telah memahami apa yang termaktub dalam kitab mereka, namun mata hati mereka tumpul untuk menerima kebenaran. Tak kalah sengitnya adalah sikap permusuhan mereka terhadap kaum muslimin. Permusuhan yang dilandasi keinginan mereka untuk menyatukan millah (nilai syariat) sesuai dengan yang mereka kehendaki.



    “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)’. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Al-Baqarah: 120)

    Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada Rasul-Nya, sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak akan pernah ridha (senang) kepadanya kecuali setelah mengikuti agama mereka. Karena sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang gencar menyeru (mengajak) orang-orang agar masuk ke dalam agama mereka. (Lihat Taisir Al-Karimi Ar-Rahman fi Tafsiri Kalam Al-Mannan karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu dalam menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 120)

    Dipertegas oleh Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu, bahwa seandainya engkau memberi apa yang mereka minta, mereka tetap saja belum senang kepadamu. Sesungguhnya, mereka akan merasa senang kala dirimu mau meninggalkan Islam dan mengikuti (agama) mereka. (Al-Jami’ li Ahkami Al-Qur`an, 2/507)

    Mencermati pernyataan para ulama di atas, memberi asupan berupa peringatan betapa kerasnya tekad kaum Yahudi dan Nasrani untuk menggaet kaum muslimin keluar dari agamanya. Penjelasan para ulama di atas tentu saja tidak bisa hanya diperhatikan dengan memicingkan sebelah mata. Karena pergulatan dakwah di dunia nyata, pemurtadan terhadap kaum muslimin demikian marak.

    Ini merupakan bukti bahwa permusuhan yang mereka lancarkan kepada kaum muslimin bukan sekedar faktor perebutan kekuasaan atau masalah kepemilikan atas status wilayah, namun lebih dari itu lantaran masalah agama.

    Pendudukan wilayah Palestina oleh Yahudi bukan sekedar orang-orang Yahudi membutuhkan tempat untuk tinggal. Namun perjuangan mereka untuk merebut tanah Palestina adalah lantaran dilandasi idealisme keagamaan.

    Maka gambaran-gambaran yang telah dipaparkan dalam tulisan ini hanya sebagian kecil dari yang bisa ditampilkan untuk melihat wajah buruk Yahudi.

    Bercokolnya negara Israel di wilayah Palestina merupakan salah satu “permainan” tingkat global yang dipertontonkan kaum Yahudi. Aksi-aksinya yang sistematis dan didukung lobi zionis menjadikan daya gigit mereka terhadap musuh-musuhnya terasa lebih ampuh.

    Tapi, benarkah mereka kokoh? Tidak. Mereka lemah, karena menjadikan pelindung (penolong) selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kekuatan yang mereka susun tak ubahnya bak sarang laba-laba. Walau nampak rapi tersistem, namun senyatanya lemah sekali. Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba.



    “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (Al-‘Ankabut: 41)

    Tapi, kenapa kaum muslimin tetap tak berdaya menghadapi mereka? Ya, karena kaum muslimin masih carut marut. Masing-masing berjalan dengan pemahaman dan pikirannya sendiri-sendiri. Ada yang berjuang dan memiliki militansi yang tinggi, ternyata mereka berpaham Khawarij. Ada yang mencoba lebih lembut, berupaya menampilkan citra Islam yang damai dan sejuk, sehingga mengedepankan penataan spiritualitas, ternyata mereka penganut Sufi. Ada yang nampak cerdas, seakan mampu mengolah akal, ternyata mereka teracuni pemahaman Mu’tazilah. Ada yang berdakwah dengan menggiring penganutnya cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ahlu baitnya, ternyata mereka berbendera Syi’ah Rafidhah.

    Maka, untuk membingkai kembali bangunan kaum muslimin sehingga tertata secara baik, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan solusi sebagaimana tergambar dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Kata beliau, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:



    “Apabila kalian terlibat jual beli ‘inah, kalian telah mengambil ekor-ekor sapi, kalian merasa senang dengan pertanian, dan kalian telah tinggalkan jihad, maka Allah akan timpakan atas kalian kehinaan. Tidak akan dicabut kehinaan tersebut hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (Sunan Abi Dawud, no. 3458, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 11)

    Kembali kepada agama dengan pemahaman yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Memahami agama sebagaimana para salafush shalih telah memahaminya.

    Menukil apa yang dinyatakan Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullahu, bahwa ittiba’ (mengikuti) syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersabar dalam mengikutinya merupakan salah satu sebab turunnya pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:



    “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kaki-kaki kalian.” (Muhammad: 7)

    Ini semisal dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma:



    “Jagalah (agama) Allah, maka Allah akan menjagamu. Jagalah (agama) Allah, niscaya Allah akan di depanmu.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2516. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no. 7957)

    Barangsiapa menjaga Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan menjaga agamanya, beristiqamah di atasnya, saling menasihati dengan kebenaran dan bersabar atasnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong, meneguhkan, dan menjaga dia dari berbagai tipu daya. (Asbabu Nashrillah lil Mu`minin ‘ala A’da`ihim, hal. 7)

    Demikianlah bimbingan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya dalam menghadapi tipu daya musuh-musuh Islam. Betapa pun segenap kekuatan telah dimiliki, namun pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap diharapkan.

    Wallahu a’lam.

    Ditulis oleh Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin.

    Sumber: http://asysyariah.com/print.php?id_online=482

    Membantah Ahlul Bid’ah, Sebab Perpecahan?

    Sabtu 16 Oktober 2010, kategori Manhaj
    Penulis: Admin

    Membantah Ahlul Bid’ah, Sebab Perpecahan?
    Banyak orang mengatakan bahwa pihak-pihak yang membantah ahlul bid’ah mereka itu adalah penyebab perpecahan.
    Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan:
    Benar, mereka itu adalah penyebab perpecahan (yakni yang membedakan dan memisahkan, pent) antara yang haq dengan yang batil, ini yang benar.

    Kami membedakan/memisahkan antara yang haq dengan yang bathil, antara ahlul haq dengan ahlul bathil. Senantiasa kami akan membantah (kebatilan dan para pelakunya), demikian pula para ulama juga membantah mereka.
    Yang seperti ini bukanlah untuk membikin perpecahan, akan tetapi justru ini untuk menyatukan umat di atas al-haq. Karena keberadaan umat manusia di atas kesesatan dan di atas pemikiran-pemikiran yang batil, inilah sesunggguhnya yang menyebabkan perpecahan antar umat Islam.
    Adapun upaya untuk menjelaskan al-haq kepada mereka (umat Islam) adalah dalam rangka menyatukan umat di atasnya, maka inilah sesungguhnya dakwah kepada persatuan, bukan dakwah kepada perpecahan.
    Dikatakan dakwah kepada perpecahan itu apabila tidak ada upaya untuk membantah ahlul bathil. Inilah sesungguhnya dakwah kepada perpecahan jika mereka memahaminya.

    (Dari Ta’liq terhadap kitab Syarhus Sunnah, karya Al-Imam Al-Barbahari)

    Diambil dari: http://sahab.net/forums/showthread.php?t=379463

    WASPADALAH DARI PENYIMPANGAN MANHAJ ALI HASAN AL-HALABI

    Sabtu 07 Oktober 2010 , kategori Manhaj
    Penulis: Admin

    Fatwa dari Asy-Syaikh DR. Muhammad Umar Bazmul:
    “WASPADALAH DARI PENYIMPANGAN MANHAJ ALI HASAN AL-HALABI.”

    Saudara pembaca, Asy-Syaikh DR. Muhammad Umar Bazmul adalah salah seorang ulama dari negeri Makkah Al-Mukarramah. Beliau adalah seorang dosen di Universitas Ummul Qura Makkah yang dikenal dengan keluasan ilmunya, sebagaimana nampak dari berbagai karyanya di berbagai bidang ilmu agama.

    Asy-Syaikh DR. Muhammad Umar Bazmul menjawab seputar syubuhat yang beredar di beberapa situs internet yang menyebutkan bahwasanya beliau tidak sepakat dengan karya tulis yang disusun oleh adik kandung beliau yang bernama Fadhilatu Asy-Syaikh DR. Ahmad Umar Bazmul yang berisi bantahan terhadap berbagai penyimpangan manhaj Ali Hasan Al-Halabi.

    Kini kami menyuguhkan kepada para pembaca hasil terjemah dari rekaman jawaban Asy-Syaikh DR. Muhammad bin Umar Bazmul mengenai penyimpangan manhaj Ali Hasan Al-Halabi sekaligus bimbingan beliau untuk Ahlussunnah dalam menentukan sikap terhadap orang ini.

    Rekaman diambil dari acara tanya jawab bersama beliau pada daurah ilmiyah yang dilaksanakan di Masjid Al-Anshar kompleks Ma’had Al-Anshar Sleman Yogyakarta pada tanggal 25 Rajab-2 Sya’ban 1431/8-15 Juli 2010. Para pembaca pun dapat mendengar langsung rekaman suara yang disampaikan oleh beliau.

    Tujuan kami menampilkan tulisan ini adalah untuk membantu para pembaca dalam menyikapi penyimpangan manhaj Ali Hasan Al-Halabi dengan cara yang ilmiyah dan jauh dari sikap ashobiyah yang tidak objektif dan tercela.

    Penanya:
    Bagaimana sikap seorang salafy terhadap Ali Hasan Al-Halabi?

    Asy-Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul menjawab:
    Sikap seorang salafy terhadap Ali Hasan Al-Halabi adalah tawaqquf dari menerima (ilmunya) dan berhati-hati dari mengambil ilmu darinya, baik ilmu yang disampaikan melalui berbagai muhadharah (ceramah) maupun dari berbagai karya tulisnya, terkhusus karya-karyanya pada akhir-akhir ini. Karena kini Asy-Syaikh Ali memiliki sikap-sikap masybuhah (rancu) yang menyelisihi keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kini dia mulai menempuh sikap (manhaj) yang harus dia koreksi ulang, serta harus dia luruskan kembali sesuai dengan cara bersikap (manhaj) yang telah ditempuh oleh para ahli hadits dan pengikut jejak manhaj as-salafus salih.

    Maka sudah seharusnya tawaqquf terhadapnya dan tidak mengambil ilmu dari berbagai karya tulis dan muhadharah yang disampaikannya, terkhusus pada akhir-akhir ini. Sudah seharusnya untuk waspada dari (manhaj)nya sekaligus mentahdzir (memeringatkan ummat) dari orang ini, sampai benar-benar ia kembali kepada al-haq dan membersihkan dirinya (dari berbagai keyakinannya yang menyimpang), sehingga disaat itu boleh untuk menempuh jalannya.

    Kemudian Asy-Syaikh Muhammad Bazmul ditanya tentang beberapa bentuk penyimpangan Ali Hasan, maka beliau menjawab:

    Kesalahan paling fatal yang ada pada diri Asy-Syaikh Ali Hasan Al-Halabi adalah:
    1. Dia berupaya merobohkan kaidah Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam berinteraksi dengan para pengikut hawa nafsu dari kalangan Ahlul Bid’ah dan orang-orang yang menyimpang. (sekali lagi) penyimpangan paling berbahaya pada diri Asy-Syaikh Ali Hasan Al-Halabi adalah upayanya merobohkan prinsip pokok dalam menyikapi Ahlul Bid’ah dan orang-orang yang menyimpang serta para pengikut hawa nafsu. Dia ingin menyetarakan antara Ahlussunnah dan Ahlul Bid’ah. Ini adalah manhaj yang paling berbahaya yang ada pada diri Asy-Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Manhaj seperti ini tentu sangat berbahaya sekali, karena dapat menimbulkan berbagai dampak buruk yang sangat besar.

    2. Termasuk dari bentuk kesalahan fatal yang ada padanya adalah upayanya merendahkan kedudukan ulama, dan memposisikan dirinya seolah-olah seperti kibarul ‘ulama (ulama senior). Dia mencoba menjatuhkan Asy-Syaikh Rabi’ (Al-Madkhali) dan Asy-Syaikh ‘Ubaid (Al-Jabiri). Seolah-olah posisi dirinya dengan kedua syaikh tersebut adalah teman selevel (seangkatan). Sikap seperti ini merupakan adab yang jelek. Berbagai ungkapannya dalam hal ini mengandung makna penghinaan dan pelecehan yang tidak pantas diucapkan terhadap para ulama.
    Ada beberapa peyimpangan lainnya yang semuanya telah disebutkan oleh saudara (kandung)ku Asy-Syaikh Ahmad dalam tulisannya (tentang Asy-Syaikh Ali Hasan) yang berjudul Shiyanatus Salafy ‘An Wasawisi ‘Ali Al-Halabi 1) .

    —————————–

    Footnote: Judul aslinya adalah Shiyanatus Salafy Min Waswasati Wa Talbisati Ali Al-Halabi (Penjagaan salafy Dari Bisikan Jahat dan Tipu Daya Ali Al-Halabi, pent.)


    Diterjemahkan oleh:
    Abdul Wahid bin Faiz At-Tamimi
    Ma’had As-Salafy Jember
    Sumber: http://www.assalafy.org/mahad/?p=526

    Membantah Isu Kalau Salafy Itu Teroris


    Sabtu 16 Oktober 2010, kategori Manhaj
    Penulis: Admin

    Membantah Isu Kalau Salafy Itu Teroris

    بسم الله الرحمن الرحيم

    Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Dan shalawat serta salam semoga tercurah kepada Muhammad rasul yang terpercaya –shallallahu ‘alaihi wa salam-.

    Amma ba’du;

    Pertanyaan ini kami sampaikan kepada yang terhormat Syaikh kami, bapak kami yang berjiwa pembimbing dan penasehat, pengasuh Ma’had Darul Hadits Ma’bar, Asy-Syaikh Al-’Allamah Muhammad bin Abdillah Al-Imam. Semoga Allah Ta’ala menjaga dan melindungi beliau, semoga Allah Ta’ala memperbanyak orang-orang yang semisal beliau, dan semoga Allah Ta’ala melimpahkan barakah pada beliau dan ilmu beliau.

    Pertanyaan:

    Telah tersebar isu di tengah-tengah masyarakat Indonesia bahwa para pelajar Indonesia yang lulus dari ma’had-ma’had Darul Hadits di Yaman berubah menjadi pelaku pengeboman dan peledakan (terorisme).

    Jawaban:

    Segala puji bagi Allah Ta’ala dan aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah Ta’ala semata tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah Ta’ala.

    Merupakan sesuatu yang seharusnya untuk diketahui adalah orang yang pertama kali memperingatkan dan mengecam dengan keras perbuatan pengeboman dan peledakan (terorisme) adalah Imam Ahlus Sunnah negeri Yaman yaitu Guru kami Al-’Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i –semoga Allah Ta’ala merahmati beliau-. Sungguh, para pengikut organisasi Al-Qa’idah telah menyusun rencana untuk melakukan peledakan dan pengeboman di beberapa tempat di beberapa propinsi di Yaman. Namun, ketika Syaikh kami (Muqbil bin Hadi) angkat suara membongkar rencana jahat mereka tersebut, gagallah rencana tersebut dan selamatlah negeri Yaman dari rencana jahat mereka. Dan Syaikh (Muqbil bin Hadi) terus melanjutkan kecamannya dan memperingatkan masyarakat dalam khutbah, ceramah dan karya tulis beliau dari gerakan Jama’ah Jihad dan dari bergabung serta berjalan bersama mereka. Segala puji hanya milik Allah Ta’ala semata.

    Para ulama yang telah direkomendasikan oleh Syaikh Muqbil untuk kita merujuk kepada mereka berjalan mengikuti jejak Syaikh Muqbil dalam mengecam dan memperingatkan dari penyeru pengeboman dan peledakan dalam pelajaranpelajaran dan karya tulis mereka. Upaya ini juga ditempuh para pengasuh ma’hadma’had1 Darul Hadits di Yaman sebagaimana jalan yang ditempuh oleh ulama sunnah di manapun mereka berada. Ini adalah perkara yang sudah diketahui dan dikenal dari mereka di Yaman dan selain Yaman. Dan segala puji bagi Allah Ta’ala.

    Para pelajar yang menimba ilmu di hadapan ulama negeri Yaman di ma’hadma’had Darul Hadits juga berjalan pada jalan yang ditempuh oleh para ulama. Oleh karena itu, menuduh para pelajar tersebut di atas dengan mengatakan “mereka itu pelaku pengeboman dan peledakan” merupakan kedustaan atas diri mereka untuk memperburuk citra mereka dan menghindarkan orang dari mereka dan dari dakwah yang mereka serukan.
    Akan tetapi begitu cepat kedustaan ini termentahkan ketika para pelajar tersebut memberikan khutbah atau ceramah atau mengajar dan memperingatkan dari perbuatan pengeboman dan peledakan.

    Maka pengamatan negara (pemerintah) akan hakekat (fakta) ini yang ada pada ma’had-ma’had Darul Hadits di Yaman dan juga hakekat (fakta) para pelajar yang lulus dari ma’had-ma’had tersebut adalah perkara yang penting.

    Seyogyanya bagi kedutaan Indonesia untuk meyampaikan kepada negaranya informasi yang benar tentang ma’had-ma’had tersebut. Berperannya pemerintah Indonesia sebagai pihak yang bahu-membahu menyebarkan kebaikan (dakwah berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang dilakukan oleh para alumni ma’had-ma’had Darul Hadits Yaman lebih baik dari pada menentang dan menghalangi mereka. Karena apa yang kami serukan adalah demi kebaikan setiap muslim, entah yang sebagai pemegang kepemerintahan ataupun rakyatnya. Karena kami menyeru kepada perbaikan hubungan antara seorang hamba dengan Rabbnya (Allah Ta’ala). Kalau dia bisa baik maka baginya balasan yang baik dan jika dia memilih kejelekan maka jangan mencela kecuali dirinya.

    Dakwah kita adalah dakwah yang mengarah pada perbaikan dan mengajak kepada kebaikan dengan cara-cara yang syar’i bukan dengan cara-cara yang diadaadakan seperti pembentukan kelompok-kelompok atau dengan cara pemberontakan dan penggulingan, ataupun dengan cara pengeboman dan peledakan.

    Maka sudah seyogyanya bagi negara-negara islam untuk berkhidmat memperjuangkan islam, dan kami akan ikut bahu-membahu dengan mereka dalam susah dan kemudahan. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Ta’ala.

    Stempel dan Tanda Tangan
    Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al-Imam
    20/02/1431H

    Diterjemahkan oleh:
    Abu Zubair ‘Umar Al-Indunisy
    Dan Abu Hudzaifah Rahmadi Al-Indunisy
    Darul Hadits, Ma’bar, Yaman

    1. Ma’had-ma’had para ulama tersebut diantaranya: Ma’had Darul Hadits Dammaj, Ma’had Darul Hadits Ma’bar, Ma’had Darul Hadits Dzammar, Ma’had Darul Hadits Fiyusy – Aden, Ma’had Darul Hadits Hadramaut, Ma’had Darul Hadits Ibb, Ma’had Darul Hadits Syibwah dan lain-lain.

    http://thalibmakbar.wordpress.com/2010/05/05/74/

    sumber: http://www.merekaadalahteroris.com/mat/?p=83

    Berikut ini kami sajikan versi arabnya:

    بسم الله الرحمن الرحيم

    الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على محمد رسول أمين، أما بعد

    هذا السؤال نقدمه لفضيلة شيخنا ووالدنا المربي الناصح القائم بدار الحديث بمعبر الشيخ العلامة محمد بن عبد الله الإمام حفظه الله تعالى ورعاه وكثر الله أمثاله وبارك الله فيه وفي علمه

    السؤال

    انتشرت الإشاعة في أوسط المجتمع الإندونيسيا بأن الطلاب الإندونيسيين الذين تخرجوا من دور الحديث في اليمن يصبحون ويقومون بعملية التفجير والتلغيم

    الجواب

    الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

    فينبغي أن يعلم أن أول من حذر من التفجيرات والتلغيمات هو إمام أهل السنة في اليمن شيخنا العلامة الوادعي رحمه الله تعالى، فقد كان أصحاب تنظيم القاعدة عملوا خطة ليفجروا في كثير من المحافظات اليمنية، فلما تكلم عليهم الشيخ وفضح سعيهم هذا فشلت الخطة وسلمت البلاد اليمنية من تلك الأحداث، واستمر شيخنا يحذر من جماعات الجهاد ومن الدخول معهم والسير سيرهم في خطبه ومحاضراته وكتبه والحمد لله. وصار المشائخ الذين أوصى الشيخ بالرجوع إليهم على ما كان عليه الشيخ من التحذير من دعاة التفجيرات والتلغيمات في دروسهم ومؤلفاتهم وغيرها، فهذا الذي يسير عليه القائمون على دور الحديث في اليمن كما هو سير علماء السنة حيثما كانوا، وهذا معلوم مشهور عنهم في اليمن وفي غيرها والحمد لله

    والطلاب الذين يتلقون العلم على أيدي علماء اليمن في دور الحديث هم على هذا الذي عليهم العلماء، فرمي الطلاب المذكورين بأنهم من أصحاب التلغيمات والتفجيرات كذب عليهم للتشويه بهم والتنفير عنهم وعن الدعوة التي يدعون إليها، ولكن سرعان ما يفتضح هذا الكذب عند ما يخطب الطلاب هؤلاء أو يحاضرون أو يدرسون ويحذرون من التفجيرات والتلغيمات

    فاطلاع الدولة على هذه الحقيقة التي عليها دور الحديث في اليمن والطلاب المتخرجون منها مهم، وعلى السفارة الإندونيسية أن تواصل دولتها بالمعلومات الصحيحة عن هذه الدور، فلأن تكون الدولة الإندونيسية معينا على هذا الخير الذي يقوم به الطلاب المتخرجون من دور الحديث في اليمن خير من محاربته لأن ما ندعو إليه هو من صالح كل مسلم كان حاكما أو محكوما، لأننا ندعو إلى إصلاح ما بين العبد وربه فإن أحسن فله جزاء الحسنى وإن أساء فلا يلومن إلا نفسه، فدعوتنا دعوة إصلاح ودعوة خير بالطرق الشرعية لا بالطرق البدعية كالتحزب والثورات والانقلابات والتفجيرات والتلغيمات

    فعلى الدول الإسلامية أن تقوم بخدمتها للإسلام ونحن عون لها في الشدة والرخاء ولا حول ولا قوة إلا بالله

    DIMANA LETAK PERSAMAAN ANTARA JIN DAN MANUSIA ?

    Kamis 07 Oktober 2010/28 Syawwal 1431 , kategori Aqidah
    Penulis: Syaikh Abu Nashr Muhammad Al-Imam

    DIMANA LETAK PERSAMAAN ANTARA JIN DAN MANUSIA ?

    Jawab :

    Persamaan antara jin dan manusia itu banyak dan saya akan menyebutkan beberapa diantaranya:

    1. Yang menciptakan, menguasai dan mengurusi mereka semua adalah Allah Subhaanahu wata’aala,.

    2. Mereka semua diciptakan untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wata’aala, saja. Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman :

    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

    "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."

    (QS. Adz Dzariyat : 56).



    Maka tidak ada perbedaan secara umum antara beban yang diberikan pada jin dan manusia dalam hal beribadah kepada Allah Subhaanahu wata’aala.

    3. Mereka setara dalam hal apa yang telah menjadi ketetapan takdir dari Allah Subhaanahu wata’aala, kepada mereka dalam masalah kematian dan sebab-sebabnya. Mereka juga sama dalam hal tidak mengetahui kapan ajalnya dan tidak mengecualikan seorang pun dalam hal kematian kecuali Iblis. Sungguh Allah Subhaanahu wata’aala, telah memberikan tempo sampai pada batas waktu yang ditentukan.

    4. Masing-masing jin dan manusia akan dibangkitkan untuk dihisab. Jin juga akan dikumpulkan pada hari kiamat di padang mahsyar dalam keadaan nampak.

    Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman:
    سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَ الثَّقَلَانِ

    "Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin."
    فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

    "Maka ni'mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
    يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ

    "Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan."

    (QS. Ar Rahman :31-33).

    5. Setiap jin dan manusia yang mukmin akan masuk surga dan yang kafir masuk neraka sebagaimana yang diketahui dari banyak dalil.

    6. Jin dan manusia tidak mengetahui perkara ghaib. Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman :
    فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ

    "Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan." (QS. Saba : 14).

    7. Asal penciptaan keduanya adalah dari air. Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman:
    وَاللَّهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ مَاءٍ فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ يَخْلُقُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

    "Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. An Nur : 45).

    Kami telah memaparkan permasalahan tersebut dalam kitab kami "Naqdhu An Nazhariyyaat Al Kauniyyah".

    8. Jin memiliki status yang berbeda-beda seperti halnya manusia. Di antara mereka ada yang menjadi raja; ada yang kaya dan adapula yang miskin; ada yang kuat dan adapula yang lemah; ada yang pintar dan adapula yang bodoh; ada yang mulia dan ada pula yang hina; ada yang shaleh dan adapula yang buruk; ada yang menjadi penguasa dan adapula yang menjadi rakyat; ada yang menjadi ulama adapula yang bodoh; ada yang menjadi sastrawan atau ahli syair, da'i dan penuntut ilmu. Mereka juga berkelompok-kelompok, ada yang menjadi ahli bid'ah dan adapula yang sunni; ada yang yahudi dan adapula yang nashara atau majusi; ada yang Arab dan adapula yang bukan Arab.

    Allah Subhaanahu wata’aala, berfirman:
    وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَلِكَ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا

    "Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda."

    (QS. Al Jin : 11).

    Yang dimaksud dengan "Ath Tharaa'iq" adalah berkelompok. Yang dimaksud dengan "Qidadaa" yaitu berbeda-beda.

    9. Jin mampu untuk mengganggu manusia dengan berbagai macam gangguan dimulai dengan memberikan waswas, menjauhkan dari jalan Allah Subhaanahu wata’aala, menganggap baik perbuatan jelek dan bisa menguasai badan manusia. Sebagian mereka mampu menguasai manusia dengan memukul, membunuh, menahan, menculik dan merasuki serta yang lainnya. Manusia juga mampu menyakiti jin baik secara umum maupun khusus. Adapun menyakiti mereka secara umum dengan cara berlindung diri kepada Allah Subhaanahu wata’aala, dengan menjaga dzikir-dzikir yang disyariatkan serta istiqamah di atas manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Adapun menyakiti mereka secara khusus seperti apa yang dialami oleh sebagian mereka berupa pemukulan atau membunuh sebagian jin baik dengan cara yang hak maupun batil.

    10. Jin dan manusia diberikan oleh Al oleh Allah Subhaanahu wata’aala, kehendak untuk memilih, kekuatan dan kemampuan untuk menerima kebenaran atau menolaknya. Itu semua berada di bawah kehendak Allah Subhaanahu wata’aala, dan ketetapan-Nya dan setiap gerakan-gerakan mereka itu terjadi dengan izin-Nya.

    11. Jin dan manusia yang shaleh di antara mereka ada yang terjatuh dalam perbuatan maksiat dan yang kafir di antara mereka tetap diharapkan untuk bertaubat kepada Allah Subhaanahu wata’aala,.

    10. Kaum mukminin dari kalangan jin dan manusia mendapatkan karamah[1] dari Allah Subhaanahu wata’aala. Allah Subhaanahu wata’aala, memuliakan di antara mereka bagi siapa yang dikehendaki-Nya baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan.

    Ini merupakan hal-hal terpenting tentang persamaan antara jin dan manusia. Namun jika dijelaskan secara lebih rinci beserta cabang-cabangnya, maka jumlahnya akan lebih banyak lagi dan hanya kepada Allahlah kita meminta pertolongan.



    Sumber Kitab Terjemah : “HUKUM BERINTERAKSI DENGAN JIN”

    Pustaka : Ats Tsabat.

    [1] Karamah adalah suatu kejadian yang luar biasa yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki Allah Subhaanahu wata’aala, dari kalangan hamba-Nya dengan tujuan untuk menampakkan kebenaran agamanya. Sebagian para ulama menyebut istilah mukjizat bagi para nabi sedangkan karamah untuk para wali Allah yang bertaqwa kepada-Nya. (Pen).

    DAURAH ILMIAH ISLAMIAH DI BALIKPAPAN


    Kamis 07 Oktober 2010/28 Syawwal 1431 , kategori Info Dauroh
    Penulis: Admin

    HADIRILAH DAURAH ILMIAH ISLAMIAH DI BALIKPAPAN

    08-09 DZULQO’DAH 1431 H / 16-17 OKTOBER 2010 M


    Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Sunhaanahu wata'aala, dengan memohon hidayah dan ampunan-Nya, kini kembali Pondok Pesantren Ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan dengan kiprahnya untuk bahu membahu ta'awun dalam amal dan menyebarkan Dakwah yang haq, menyelenggarakan

    Insya Allah Kajian Ilmiah selama 2 hari.
    Tema Materi :
    "MENANGKAL IDEOLOGI SESAT TERORIS KHAWARIJ"
    Pemateri :

    AL-USTADZ MUHAMMAD UMAR AS SEWED

    (Pimpinan Pon-Pes Dhiya’us Sunnah Cirebon)

    dan juga Penasehat pada Majalah Asy Syariah.



    Waktu :

    Insya Allah tgl 08-09 Dzulqo’dah 1431 H.

    Atau bertepatan pada Tgl 16-17 Oktober 2010

    Dimulai PUKUL 09.00 WITA – SELESAI



    Tempat :

    Masjid ZAADUL MA’AAD

    ( Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Balikpapan )

    Jl. Projakal Km. 5,5 No. 111 Kel. Batu Ampar Kec.

    Balikpapan Utara Kota Balikpapan.



    Kontak Panitia :

    (0542) 861712 – HP : 081350178107



    Silahkan Klik, ! dan Copy Pamflet ini Jazakullohu Khaer




    Kesehatan ditingkatkan,nampan stainless mengganti nampan plastik


    Rabu 06 Oktober 2010/27 Syawwal 1431 , kategori Akhbaar Ma'had
    Penulis:Idaarah Kesantrian

    Dari beberapa hal baru yang diterapkan dan diwujudkan di lingkungan Ma'had adalah penggunaan nampan stainless untuk menggantikan nampan plastik yang telah "bertugas" selama beberapa tahun sebelumnya. Memperhatikan sisi kesehatan merupakan alasan utama, karena bahan yang terbuat dari stainless lebih sehat dan aman dibandingkan bahan yang terbuat dari plastik. Dengan biaya murah,35.000 rupiah, sebuah nampan stainless dapat dibeli. Total nampan stainless dalam pengadaan tahap I ini adalah 15 buah. Setiap nampan stainless digunakan untuk 5 santri. Pada sisi belakang masing-masing nampan dituliskan (dengan cat minyak) nama tiap-tiap kamar, sesuai tingkatan kelas. Dengan demikian diharapkan tanggungjawab kebersihan dan perawatan nampan stainles lebih terperhatikan.


    Smoga Allah meridhoi setiap langkah kita dalam mengembangkan pondok-pondok pesantren Salafy di bumi Indonesia ,Amin.


    Alhamdulillah dengan dimulainya kembali kegiatan belajar mengajar di Ma'had Daarus Salaf pada awal Syawwal 1431 H maka telah dirasakan pula semangat baru dan tekad membaja untuk semakin lebih baik.Karena hari ini haruslah lebih baik daripada hari sebelumnya. Tentu dengan panjangnya liburan pada bulan Ramadahan hingga sepekan setelah Idul Fitri membutuhkan beberapa waktu lamanya untuk membangkitkan kembali kesungguhan didalam thalabul ilmi. Hanya dengan mengharap pertolongan dari Allah saja kemudian dengan upaya dan usaha dari segenap komponen Ma'had maka kehidupan pondok menjadi kehidupan terindah.


    Proyek Pengembangan Radio,Penanaman Tower Relay di Ampel,Boyolali

    armada yang setia menemani kita
    diesel untuk pengeboran sumur
    bikin sumur untuk penangkap petir
    dikaki gunung merbabu
    fliying fok
    jalan menuju lokasi
    jaringan listrik dilokasi towwer
    lokasi pendirian towwer_dikaki gunung merbabu
































    Bolehkah Menyematkan Gelar ‘Syahid’?

    Sabtu 02 Oktober 2010, kategori Fatwa Ulama
    Penulis: Admin Situs As-Salafy Jember

    Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya:

    Bolehkah menyematkan gelar ‘syahid’ untuk orang tertentu sehingga kemudian dia disebut ‘asy-syahid fulan’?

    Maka beliau menjawab dengan mengatakan:

    Tidak boleh bagi kita untuk menyatakan persaksian bagi orang tertentu bahwa dia adalah syahid, walaupun dia terbunuh dalam keadaan terzhalimi, atau terbunuh dalam keadaan membela al-haq, sesungguhnya tidak boleh bagi kita untuk mengatakan bahwa ‘si fulan syahid’.

    Berbeda dengan sikap yang dilakukan oleh manusia pada masa-masa sekarang, ketika mereka menganggap enteng dan bermudah-mudahan dalam memberikan persaksian seperti ini, serta menganggap bahwa setiap orang yang terbunuh -walaupun terbunuh karena fanatisme jahiliyyah (membela kelompoknya)-, maka mereka namai sebagai orang yang syahid. Ini adalah haram, karena perkataan anda tentang seseorang yang terbunuh: ‘dia adalah syahid’, merupakan persaksian yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya pada hari kiamat, anda akan ditanya: ‘apakah anda memiliki ilmu bahwa dia terbunuh sebagai syahid?’

    Oleh karena itulah, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    ما من مكلوم يكلم في سبيل الله والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما ، اللون لون الدم ، والريح ريح المسك

    “Tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas di dalamnya)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma misik.”

    Maka perhatikanlah sabda nabi sallallahu ‘alaihi wasallam: “Dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya”, karena sebagian manusia bisa jadi yang nampak pada dia adalah berperang untuk meninggikan kalimat Allah, akan tetapi Allah mengetahui apa yang ada di hatinya, bahwasa hatinya menyelisihi apa yang nampak dari perbuatanya.

    Dan inilah sebuah bab yang diletakkan oleh Al-Bukhari rahimahullah atas permasalahan tersebut di dalam kitab shahih beliau, beliau rahimahullah berkata: “Bab tentang tidak bolehnya mengatakan: ‘si fulan syahid” karena sumber dari sebuah persaksian adalah apa yang terdapat di dalam hati, dan tidak ada yang mengetahui apa yang ada di hati kecuali Allah ‘azza wajalla.

    Niat adalah sesuatu hal yang agung, berapa banyak dari dua orang yang melakukan amalan yang sama namun perbandingan nilainya (dari amalan yang dilakukan keduanya) sangat jauh berbeda bagaikan langit dan bumi, yang demikian itu disebabkan niat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    إنما الأعمال بالنيات ، وإنما لكل امرئ ما نوى ، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه.

    “Sesungguhnya setiap amalan-amalan itu tergantung dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena urusan duniawi yang ingin dia dapatkan, atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia niatkan darinya.”

    Wallahu a’lam.

    Fadhilatu Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga ditanya tentang hukum mengatakan: ‘si fulan syahid’.

    Maka beliau menjawab dengan mengatakan:

    Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah bahwa persaksian terhadap seseorang bahwa dia syahid, ada dua bentuk:

    Yang pertama: persaksian yang diberikan dengan sifat/keadaan tertentu, misalnya mengatakan: ‘setiap orang yang terbunuh di jalan Allah, maka dia syahid’, ‘barang siapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia syahid’, dan ‘barang siapa yang meninggal karena wabah penyakit tha’un, maka dia syahid’, dan yang semisal itu (tidak menyebutkan si fulan syahid, si fulan syahid dengan menyebut orang/namanya langsung, pent), maka ini diperbolehkan sebagaimana yang telah disebutkan dalam nash-nash (dalil-dalil syar’i).

    Hal ini dibolehkan karena anda bersaksi terhadap sesuatu yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (dalam hadits-haditsnya yang shahih). Dan yang kami (Asy-Syaikh) maksudkan dengan perkataan kami ‘boleh‘, adalah bahwasanya hal itu tidak dilarang, walaupun sebenarnya persaksian seperti itu hukumnya wajib dalam rangka membenarkan berita yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

    Yang kedua: persaksian syahid yang diberikan kepada orang tertentu secara langsung, misalnya anda mengatakan tentang seseorang dengan menyebutkan: ‘si fulan syahid’, maka ini tidak boleh kecuali bagi orang yang dipersaksikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, atau umat ini bersepakat atas persaksian baginya bahwa dia syahid. Dan Al-Bukhari rahimahullah telah menyebutkan bab tentang permasalahan ini dengan perkataanya: ‘Bab tidak boleh mengatakan si fulan syahid’.

    Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Al-Fath (Fathul Bari) VI/90: “Yaitu (tidak bolehnya mengatakan si fulan syahid) dengan memastikan hal itu, kecuali dengan wahyu.”

    Nampaknya beliau mengisyaratkan kepada hadits ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ketika beliau berkhuthbah dengan mengatakan:

    تقولون في مغازيكم فلان شهيد ، ومات فلان شهيدا ولعله قد يكون قد أوقر رحالته ، إلا لا تقولوا ذلكم ولكن قولوا كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ، من مات في سبيل الله ، أو قتل فهو شهيد

    “Kalian mengatakan dalam peperangan kalian bahwa si fulan syahid, si fulan telah meninggal sebagai syahid dan mungkin saja dia telah memenuhi tunggangannya dengan beban yang banyak. Ketahuilah! Jangan kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana yang diucapkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam: ‘barangsiapa yang meninggal dunia atau terbunuh di jalan Allah, maka dia syahid’.”

    Ini adalah hadits hasan yang dikeluarkan oleh Ahmad, Sa’id bin Manshur, dan selain keduanya dari jalan (sanad) Muhammad bin Sirin dari Abul ‘Ajfa’ dari ‘Umar.” -selesai perkataan beliau-.

    Dan juga (larangan mepersaksikan bahwa si fulan syahid) karena persaksian terhadap sesuatu itu tidaklah tepat kecuali dengan ilmu. Syarat seseorang dikatakan syahid adalah ketika dia berperang (dengan niat) untuk meninggikan kalimat Allah. Dan seperti ini adalah niat yang sifatnya bathin (tidak nampak), dan tidak ada jalan sedikitpun (bagi manusia) untuk mengetahui apa yang diniatkan oleh seseorang.

    Oleh karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda -mengisyaratkan hal yang demikian-:

    مثل المجاهد في سيبل الله ، والله أعلم بمن يجاهد في سبيله …

    “Permisalan orang yang berjihad di jalan Allah -dan Allah Maha Mengetahui siapa yang benar-benar berjihad di jalan-Nya- …”

    Dan sabdanya:

    والذي نفسي بيده لا يكلم أحد في سبيل الله ، والله أعلم بمن يكلم في سبيله إلا جاء يوم القيامة وكلمه يثعب دما اللون لون الدم ، والريح ريح المسك

    “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak ada seorangpun yang terluka di jalan Allah -dan Allah lebih tahu siapa yang benar-benar terluka di jalan-Nya (yakni yang jujur dan ikhlas di dalamnya)-, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan lukanya mengalirkan darah, warnanya warna darah, dan aromanya aroma misik.”

    Dua hadits tersebut diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari shahabat Abu Hurairah.

    Akan tetapi barangsiapa yang secara zhahir (nampak) baik, maka kita berharap kebaikan bagi dia, namun tidak kemudian kita memberikan persaksian bahwa dia syahid, dan tidak pula berburuk sangka padanya, sikap berharap (kebaikan untuk dia) adalah sikap yang berada di antara dua sikap (yang berlawanan, yaitu sikap bermudah-mudahan dalam memvonis seseorang sebagai syahid dan sikap berburuk sangka).

    Namun tindakan kita terhadap seseorang (yang meninggal di jalan Allah) di dunia ini adalah memperlakukannya sama dengan hukum (perlakuan) terhadap para syuhada’. Jika dia terbunuh ketika jihad fi sabilillah, maka dia dimakamkan beserta dengan darah dan pakaian yang dia kenakan ketika itu, serta tidak dishalati. Dan jika dia meninggal karena sebab yang lainnya (selain berperang fi sabilillah), namun meninggal karena sesuatu yang bisa menjadikan dia tergolong syahid[1], maka dia tetap dimandikan, dikafani, dan dishalati.

    Dan juga (larangan mempersaksikan bahwa si fulan syahid) karena kalau seandainya kita mempersaksikan bahwa si fulan syahid, maka persaksian itu akan mengharuskan persaksian bahwa dia termasuk penghuni Al-Jannah (surga). Ini adalah hal yang menyelisihi prinsip Ahlussunnah, karena mereka (Ahlussunnah) itu tidaklah mempersaksikan bahwa seseorang termasuk penghuni al-jannah kecuali bagi orang yang memang telah dipersaksikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (bahwa dia adalah penghuni al-jannah), baik itu persaksian dengan menyebutkan sifat (secara umum)[2] maupun persaksian terhadap individu tertentu[3].

    Sebagian ulama berpendapat tentang bolehnya juga memberikan persaksian seperti ini (bahwa si fulan syahid) bagi orang yang memang umat ini telah bersepakat terhadap pujian kepadanya. Ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ta’ala.

    Dari sini, telah nampak jelas bahwasanya tidak diperbolehkan bagi kita untuk memberikan persaksian terhadap seseorang bahwa dia adalah syahid kecuali dengan adanya nash (dalil) atau adanya kesepakatan umat atas hal ini. Akan tetapi, barangsiapa yang secara zhahir (nampak) dia adalah baik, maka kita berharap kebaikan baginya sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Dan ini sudah cukup untuk menunjukkan keutamaan dia, adapun (apa yang ada di dalam hatinya), maka yang mengetahui hanyalah Sang Penciptanya subhanahu wata’ala saja.

    Sumber: http://wahyain.com/forums/showthread.php?t=1037

    Diterjemahkan dan diberi catatan kaki oleh Abu Yahya Hayat dan Abu ‘Abdillah Kediri.

    [1] Perlu diketahui bahwa di dalam hadits-hadits yang shahih disebutkan bahwa seseorang yang meninggal karena wabah penyakit tha’un, karena tenggelam, karena membela harta dan kehormatannya, dan lain sebagainya, maka dia tergolong syahid, namun kita tetap mempelakukan jenazahnya seperti biasa: dimandikan, dikafani, dan dishalati. Berbeda dengan seseorang yang meninggal di tengah-tengah medan jihad (perang) fi sabilillah, maka dia tidak dimandikan dan tidak dishalati, serta dimakamkan dengan tetap memakai baju yang dia kenakan ketika itu beserta darah atau luka pada tubuhnya. Wallahu a’lam.

    [2] Seperti yang disebutkan dalam beberapa hadits yang shahih bahwa seorang yang meninggal karena wabah penyakit tha’un, karena tenggelam, karena membela harta dan kehormatannya, maka dia tergolong syahid. Bahkan disebutkan di dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang beriman dan beramal shalih secara umum mereka adalah penghuni al-jannah.

    [3] Seperti persaksian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap sepuluh shahabatnya bahwa mereka adalah penghuni al-jannah, yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair bin Al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan yang lainnya. Wallahu a’lam.