Penulis: Al Ustadz Jafar Salih
Ibrahim Alaihissalaam adalah sosok nabi yang agung dan mulia. Berapa banyak lembaran-lembaran kehidupannya yang merupakan teladan bagi setiap insan. Seperti pengorbanannya yang besar ketika Allah mencobanya dengan mimpi untuk menyembelih Ismail anaknya tercinta.
Kisah ini sering kali diketengahkan khususnya pada momentum hari raya kurban. Begitu pula kisah beliau ketika meninggalkan istrinya di lembah tak bertuan, kisahnya ketika membangun Ka’bah dan lain sebagainya.
Dan disana ada teladan terbesar yang melebihi kisah-kisah di atas. Tapi hal ini kurang mendapat perhatian dari penulis dan juru-juru khutbah. Yaitu perjuangannya yang besar dalam mendakwahkan Tauhid. Sebagaimana telah diketengahkan pada edisi sebelumnya, bahwa Ibrahim Alaihissalaam melewati fase demi fase dalam dakwahnya ke jalan Allah. Dari mendakwahkan keluarganya sendiri kemudian kaumnya dengan hujjah-hujjah yang kuat kemudian beranjak mendakwahi penguasa dzalim, thagut yang mengaku sebagai tuhan dengan gagah dan penuh keberanian. Akan tetapi semua itu tiada berguna dihadapan massa dan penguasa yang fanatik, mereka membalas hujjah dengan kesombongan dan argumen dengan kebodohan. Dari situlah Ibrahim melakukan reformasi (perubahan) dengan tangan.
Akan tetapi dari manakah beliau memulai dan apakah metode yang tepat dalam merubah realita yang kelam ini?! Apakah Ibrahim akan mengobarkan revolusi kepada pemerintahan ketika itu?!! Bukankan kekuasaan kala itu merupakan sumber kesyirikan dan kesesatan?!! Tidak berhukum dengan hukum Allah, menggunakan syariat buatan?!! Apalagi rajanya sendiri mengaku-ngaku sebagai tuhan?!! Kenapa Ibrahim tidak merencanakan saja sebuah pemberontakan?!! Dengannya beliau bisa memangkas segala macam bentuk kesyirikan dan kerusakan kemudian di atas puing-puingnya beliau bisa mendirikan negara Islam dengan Ibrahim sendiri sebagai pemimpin dan rajanya?!!
Jawaban dari ini semua adalah: sekali-kali tidak! Tidaklah pantas bagi para nabi dan orang-orang suci menempuh jalan-jalan ini atau bahkan berpikir untuk menempuhnya, karena ia adalah jalan-jalan para pelaku kedzaliman dan orang-orang bodoh serta para pencari dunia dan kekuasaan.
Sesungguhnya para nabi adalah da’i-da’i tauhid dan penyampai hidayah kepada manusia dan juru selamat dari kebatilan dan kesyirikan maka apabila mereka beranjak melakukan reformasi dengan tangan (kekuatan) maka mereka adalah orang yang paling tahu caranya dan paling berakal, maka haruslah memulai dengan memberantas kesyirikan dan kesesatan yang hakiki dan seperti itulah yang dilakukan Ibrahim Alaihissalaam sang nabi yang cerdas dan bijak sekaligus pahlawan yang gagah berani. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya.
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main" Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Rabb kamu ialah Rabb langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu." Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.
Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap sesembahan-sesembahan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim." Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan."
Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap sesembahan-sesembahan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: "Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfa'at sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?!
Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah sesembahan-sesembahan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak." Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya: 51-70)
Demikianlah reformasi Ibrahim sang pahlawan pemberani, nabi yang bijak dan cerdas terhadap kerusakan yang meliputi segenap aspek kehidupan pada masyarakat dan pemerintahan. Bahwasanya Al Qur’an telah menceritakan kepada kita kisah nabi yang mulia ini, imam para nabi bahwa beliau memulai dakwahnya dengan memperbaiki akidah mendakwahkan tauhid dan memerangi kesyirikan. Dan pada kisah selamatnya Ibrahim dari jilatan api yang membakarnya terdapat bukti yang besar akan kenabiannya dan kebenaran dakwahnya dan kebenaran ajaran yang dibawanya dari ajaran tauhid sekaligus juga peristiwa ini sebagai dalil akan batilnya ajaran masyarakat dan pemerintahannya dari ajaran kesyirikan dan kesesatan. Maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala menganugrahkan kepada Ibrahim Alaihissalaam atas dakwahnya yang bijak dan jihad dan pengorbanannya yang besar ini dengan balasan yang besar, Allah berfirman,
“Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al Anbiya: 71-73)
Sumber :
disusun dari "Manhaj Anbiya' fid Dakwah ilallah"
http://www.ahlussunnah-jakarta.com/