Istiqomah

Memperjuangkan Sunnah diatas manhaj salaful ummah
http://2.bp.blogspot.com/-QHClR2wJiM0/T99FbAKoBEI/AAAAAAAACqQ/w5gOywahFzc/s1600/bunga-mawar-pink.jpg

  • Adab-Adab Berbicara Bagi Wanita Muslimah
  • Wahai saudariku muslimah.. Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara.

    http://www.salafy.or.id/wp-content/uploads/2012/11/ilustrasi_101020100017-230x200.jpg

  • Beberapa Kisah Yang Menyedihkan
  • Keadaan pribadi Nabi juga sangat menyedihkan. Apalagi kaum musyrikin betul-betul dendam kepada beliau. Beberapa prajurit musyrikin berusaha mendekati beliau, ada yang berhasil memecahkan topi baja beliau sehingga melukai kepala dan menembus pipi beliau serta mematahkan gigi seri beliau.

    http://fitrahfitri.files.wordpress.com/2010/10/images1.jpeg

  • Bahasan Singkat Tentang Menutup Aurat
  • Propaganda musuh-musuh islam senantiasa dan semakin dilancarkan dalam segala sisi kehidupan. Hal tersebut telah ter-nash-kan dalam Firman Allah Ta’aala berkaitan dengan sifat yang dimiliki oleh musuh-musuh islam dari kalangan ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani).

    http://1.bp.blogspot.com/_XovKUH-N0SA/TPHLHtMPIPI/AAAAAAAAAoM/XwsXjIMDeFs/s400/Pencil%252520on%252520pad%252520of%252520paper.jpg

  • ANasehat Untuk para Pendidik (Pengajar)
  • Sesungguhnya pentingnya peran pengasuh (pendidik) sangat besar sekali, amalnya termasuk amal-amal yang paling mulia apabila di tekuni dan ikhlas karena allah dan mengajar para siswa dengan pengajaran islami yang benar.

    http://www.colourbox.com/preview/3089788-135191-book-and-pencil-on-white.jpg

  • pengajaran-akhlak-ala-rasulullah.html
  • Rasulullah Shallallahu’alaihiwassalam adalah contoh panutan dalam setiap aspek kehidupan. Beliau Shallallahu’alaihiwassalam senantiasa memberikan contoh aplikatif sehingga mudah untuk di laksanakan setiap orang. Bagaimana beliau Shallallahu’alaihiwassalam berinteraksi dengan anak -anak, merintahkan meraka, bermain bersama dengan mereka, berlemah lembut pada mereka, tidak pernah marah, membentak apalagi memukul.

    IBRAHIM ALAIHISSALAM SANG PAHLAWAN PEMBERANI

    Senin, 28 Juni 2010, kategori Aqidah
    Penulis: Al Ustadz Jafar Salih


    Ibrahim Alaihissalaam adalah sosok nabi yang agung dan mulia. Berapa banyak lembaran-lembaran kehidupannya yang merupakan teladan bagi setiap insan. Seperti pengorbanannya yang besar ketika Allah mencobanya dengan mimpi untuk menyembelih Ismail anaknya tercinta.

    Kisah ini sering kali diketengahkan khususnya pada momentum hari raya kurban. Begitu pula kisah beliau ketika meninggalkan istrinya di lembah tak bertuan, kisahnya ketika membangun Ka’bah dan lain sebagainya.
    Dan disana ada teladan terbesar yang melebihi kisah-kisah di atas. Tapi hal ini kurang mendapat perhatian dari penulis dan juru-juru khutbah. Yaitu perjuangannya yang besar dalam mendakwahkan Tauhid. Sebagaimana telah diketengahkan pada edisi sebelumnya, bahwa Ibrahim Alaihissalaam melewati fase demi fase dalam dakwahnya ke jalan Allah. Dari mendakwahkan keluarganya sendiri kemudian kaumnya dengan hujjah-hujjah yang kuat kemudian beranjak mendakwahi penguasa dzalim, thagut yang mengaku sebagai tuhan dengan gagah dan penuh keberanian. Akan tetapi semua itu tiada berguna dihadapan massa dan penguasa yang fanatik, mereka membalas hujjah dengan kesombongan dan argumen dengan kebodohan. Dari situlah Ibrahim melakukan reformasi (perubahan) dengan tangan.
    Akan tetapi dari manakah beliau memulai dan apakah metode yang tepat dalam merubah realita yang kelam ini?! Apakah Ibrahim akan mengobarkan revolusi kepada pemerintahan ketika itu?!! Bukankan kekuasaan kala itu merupakan sumber kesyirikan dan kesesatan?!! Tidak berhukum dengan hukum Allah, menggunakan syariat buatan?!! Apalagi rajanya sendiri mengaku-ngaku sebagai tuhan?!! Kenapa Ibrahim tidak merencanakan saja sebuah pemberontakan?!! Dengannya beliau bisa memangkas segala macam bentuk kesyirikan dan kerusakan kemudian di atas puing-puingnya beliau bisa mendirikan negara Islam dengan Ibrahim sendiri sebagai pemimpin dan rajanya?!!
    Jawaban dari ini semua adalah: sekali-kali tidak! Tidaklah pantas bagi para nabi dan orang-orang suci menempuh jalan-jalan ini atau bahkan berpikir untuk menempuhnya, karena ia adalah jalan-jalan para pelaku kedzaliman dan orang-orang bodoh serta para pencari dunia dan kekuasaan.
    Sesungguhnya para nabi adalah da’i-da’i tauhid dan penyampai hidayah kepada manusia dan juru selamat dari kebatilan dan kesyirikan maka apabila mereka beranjak melakukan reformasi dengan tangan (kekuatan) maka mereka adalah orang yang paling tahu caranya dan paling berakal, maka haruslah memulai dengan memberantas kesyirikan dan kesesatan yang hakiki dan seperti itulah yang dilakukan Ibrahim Alaihissalaam sang nabi yang cerdas dan bijak sekaligus pahlawan yang gagah berani. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
    Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya.
    (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main" Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Rabb kamu ialah Rabb langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu." Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.
    Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap sesembahan-sesembahan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim." Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan."
    Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap sesembahan-sesembahan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: "Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfa'at sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?!
    Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah sesembahan-sesembahan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak." Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya: 51-70)
    Demikianlah reformasi Ibrahim sang pahlawan pemberani, nabi yang bijak dan cerdas terhadap kerusakan yang meliputi segenap aspek kehidupan pada masyarakat dan pemerintahan. Bahwasanya Al Qur’an telah menceritakan kepada kita kisah nabi yang mulia ini, imam para nabi bahwa beliau memulai dakwahnya dengan memperbaiki akidah mendakwahkan tauhid dan memerangi kesyirikan. Dan pada kisah selamatnya Ibrahim dari jilatan api yang membakarnya terdapat bukti yang besar akan kenabiannya dan kebenaran dakwahnya dan kebenaran ajaran yang dibawanya dari ajaran tauhid sekaligus juga peristiwa ini sebagai dalil akan batilnya ajaran masyarakat dan pemerintahannya dari ajaran kesyirikan dan kesesatan. Maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala menganugrahkan kepada Ibrahim Alaihissalaam atas dakwahnya yang bijak dan jihad dan pengorbanannya yang besar ini dengan balasan yang besar, Allah berfirman,
    “Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al Anbiya: 71-73)

    Sumber :
    disusun dari "Manhaj Anbiya' fid Dakwah ilallah"

    http://www.ahlussunnah-jakarta.com/


    HUKUM MEMAKAI SEPATU HAK TINGGI

    Senin, 28 Juni 2010, kategori Fatwa Ulama
    Penulis: Syaikh bin baaz rahimahullah

    Syaikh bin baaz rahimahullah ditanya:

    "Apa hukum islam memakai sepatu berhak tinggi?"

    Beliau menjawab :



    "Minimal hukumnya makruh disebabkan beberapa hal:



    1. Mengelabui orang dimana wanita tersebut terlihat tinggi padahal hakekatnya tidak demikian

    2. Dikhawatirkan wanita tersebut dapat terjatuh

    3. Memudaratkan kesehatan seseorang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para dokter.



    (al-jami' lifatawa almar'ah almuslimah: 568)

    Sumber: http://salafybpp.com

    Tiga Perkara Yang Dengannya Seorang Muslim Akan Selamat Dari Fitnah

    Ahad, 27 Juni 2010, kategori Fiqih
    Penulis: Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata:

    Ilmu, Ketakwaan, dan Petunjuk Akan Apa Yang Diperselisihkan Berupa Kebenaran Dengan Seizin Allah

    Harus bagi seorang muslim -terutama ketika terjadi fitnah yang membinasakan- memiliki ilmu yang bermanfaat yang akan menunjukinya, ketakwaan yang akan menjaganya, dan berusaha memilih al-haq yang akan menolongnya dan mencukupinya. Dan kami akan menyebutkan bagi masing-masing dari tiga perkara ini keterangan ringkas yang menjelaskannya.

    Adapun ilmu:

    Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda,
    مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

    “Barangsiapa dikehendaki oleh Allah baginya kebaikan maka Allah akan berikan pemahaman terhadap agama ini.”

    Diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 71 dan Muslim no. 1037 dari Mu’awiyah -radhiyallahu ‘anhu-.

    Ingatlah, bahwa termasuk sebaik-baik pemahaman terhadap agama ini adalah pemahaman yang benar ketika terjadi fitnah.

    Adapun ketakwaan:

    Allah telah berfirman,
    يِا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إَن تَتَّقُواْ اللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَاناً وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

    “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, Allah akan menjdikan bagi kalian pembeda, dan akan menghapus dari kalian kesalahan-kesalahan kalian, dan akan mengampuni kalian. Dan Allah adalah pemilik keutamaan yang besar.” (Al-Anfal: 29)

    Ibnul Mubarak meriwayatkan dalam kitabnya “Az-Zuhd” no. 1343 dan Al-Baihaqy dalam “Az-Zuhd” no. 965 dengan sanad yang shahih dari Bakr berkata: “Ketika terjadi fitnahnya Ibnu Asy’ats berkatalah Thalq: “Hindarilah fitnah tersebut dengan ketakwaan!” Bakr berkata: “Terangkan makna takwa kepada kami!” Dia berkata: “Ketakwaan adalah beramal ketaatan kepada Allah Ta’ala di atas cahaya Allah dan mengharap rahmat Allah, dan takwa adalah meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya Allah karena takut hukuman Allah.”.

    Adapun usaha selalu memilih al-haq:

    Imam Muslim meriwayatkan no. 770 dari Abu Salamah berkata:
    سَأَلْتُ عَائِشَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ نَبِىُّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَفْتَتِحُ صَلاَتَهُ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ قَالَتْ كَانَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ « اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ »

    “Aku bertanya kepada ‘Aisyah Ummul Mukminin -radhiyallahu ‘anha- dengan apakah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengawali shalatnya ketika shalat malam?” Dia berkata: “Beliau jika berdiri shalat malam, mengawali shalatnya dengan: “Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil Yang menciptakan langit dan bumi, Yang mengetahui hal yang ghaib dan yang terlihat. Engkaulah yang menghukumi antara hamba-hambamu dalam apa yang mereka perselisihkan, tunjukilah aku kepada kebenaran dari apa yang mereka perselisihkan dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau menunjuki orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.”

    Tidak ada yang mencelakakanmu wahai muslim jika engkau mengadu kepada Allah Ta’ala sebanyak mungkin agar Allah Ta’ala menunukimu kepada al-haq akan apa yang mereka perselisihkan dengan izin-Nya.

    Diterjemahkan oleh:

    ‘Umar Al-Indunisy

    Darul Hadits - Ma’bar, Yaman

    NIKAH SYIGHAR

    Ahad, 27 Juni 2010, kategori Fiqih
    Penulis: Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alus Syaikh rahimahullah

    Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alus Syaikh rahimahullah ditanya :
    "jika seorang lelaki mempunyai anak wanita, lalu dia mengatakan kepada seorang lelaki lainnya yang juga memiliki seorang anak wanita: aku ingin menikah dengan anak gadismu dan aku menikahkan kamu dengan anak gadisku, dengan syarat jumlah mahar yang akan dibayar masing- masing kita sebesar dua ribu limaratus real?"

    Beliau menjawab:
    " Alhamdulillah, jika seorang lelaki menikahkan wanita ahli warisnya seperti anak gadisnya, saudara perempuannya, atau yang semisalnya dengan syarat lelaki yang satunya menikahi wanita ahli warisnya pula dan tidak ada mahar diantara kedua pernikahan itu maka ini disebut nikah syighar, dan hukumnya haram, dan membatalkan nikah itu dari asalnya. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma berkata:
    أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن الشغار والشغارأن يزوج الرجل ابنته على أن يزوجه الآخر ابنته، ليس بينهما صداق
    Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melarang dari nikah syighar yaitu seorang lelaki menikahkan anak wanitanya dengan syarat lelaki tersebut menikahkan anak wanitanya pula dan tidak ada mahar diantara keduanya."
    (muttafaq alaihi)
    Adapun jika disebutkan mahar masing- masing dari mereka, dan mahar tersebut tersendiri dan jumlahnya tidak sedikit, dan bukan untuk dijadikan hilah (kamuflase) maka hal ini tidak mengapa.
    Jika hal ini telah diketahui, jika dua rubu limaratus tersebut dalam pertanyaan dijadikan mahar yang berdiri sendiri dalam menikahkan anak wanitanya tersebut maka itu sah, jika tidak maka itu termasuk nikah syighar yang terlarang."

    (al-jami' lifatawa al-mar'ah al-muslimah: 415)

    Sumber: http://www.salafybpp.com

    Hukum Shalat di Masjid Nabawi di mana terdapat Kuburan Nabi Shallallahu alaihi Wasallam di dalamnya

    Sabtu, 26 Juni 2010, kategori Aqidah
    Penulis: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari

    Setelah membaca pembahasan “Problema Anda” tentang larangan shalat di area pekuburan (termasuk masjid yang dibangun di atas kuburan) dan shalat menghadap kuburan, banyak pembaca setia majalah Asy Syariah yang menanyakan hukum shalat di masjid Nabawi di Madinah mengingat kuburan Rasulullah n berada di dalam masjid.

    Alhamdulillah wabihi nasta’in. Permasalahan ini telah dikaji oleh beberapa ulama besar diantaranya Syaikhul Islam, Asy-Syaikh Al-Albani, dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumullahu.
    Kata Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t :“Jika ada yang mengatakan: kita sedang diliputi problem terkait dengan kuburan Rasulullah n yang ada sekarang, karena berada di tengah masjid Nabawi, bagaimana jawabannya? Kami katakan, jawabannya ditinjau dari beberapa sisi sebagai berikut:
    1. Masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan, bahkan dibangun pada masa hidup beliau n
    2. Nabi n tidak dikuburkan di dalam masjid sehingga dikatakan bahwa ini adalah penguburan orang-orang shalih di dalam masjid, bahkan beliau dikuburkan di dalam rumahnya.1
    3. Perbuatan memasukkan rumah-rumah Rasulullah n termasuk rumah ‘Aisyah x ke dalam masjid (ketika perluasan masjid) bukan dengan kesepakatan para shahabat g,, bahkan hal itu terjadi setelah meninggalnya kebanyakan shahabat dan tidak tersisa dari mereka kecuali sedikit, yaitu sekitar tahun 94 H. Dengan demikian berarti hal itu bukan termasuk di antara perkara-perkara yang dibolehkan oleh para shahabat atau yang disepakati oleh mereka. Bahkan sebagian mereka (yang mendapati kejadian itu) mengingkarinya, dan juga diingkari oleh Sa’id bin Al-Musayyib2 dari kalangan tabi’in.
    4. Kuburan tersebut tidak dikategorikan berada dalam masjid meskipun setelah perluasan dan dimasukkan di dalamnya, karena kuburan tersebut berada di dalam kamar tersendiri terpisah dari masjid, jadi masjid Nabawi tidak dibangun di atasnya. Oleh karena itu dibuatkan 3 dinding yang mengelilingi kuburan tersebut dan dindingnya dijadikan menyimpang dari arah kiblat yaitu dengan bentuk segitiga, sudutnya ditempatkan pada sudut utara masjid, dimana seseorang yang shalat tidak akan menghadap ke kuburan tersebut karena posisi dindingnya yang menyimpang (dari arah kiblat). (Al Qaulul Mufid ‘ala Kitabittauhid, 1/398-399).
    Dengan demikian jelas bagi kita bahwa masjid Nabawi tidak termasuk dalam kategori masjid yang dibangun di atas kuburan yang dilarang shalat di dalamnya. Begitu pula orang yang shalat di dalamnya tidak akan jatuh dalam kategori shalat menghadap ke kuburan yang dilarang, karena bentuk dinding yang mengelilinginya sebagaimana dijelaskan di atas.
    Kalaupun seandainya masih tersisa kejanggalan mengingat bahwa bagaimanapun juga kuburan tersebut telah menjadi bagian dari masjid maka jawabannya sebagaimana kata Asy-Syaikh Al-Albani t pada pasal terakhir dari kitabnya yang berjudul Tahdzirus Sajid min Ittikhadzil Quburi Masajid (hal. 133-137): “Kemudian ketahuilah bahwa hukum yang telah lewat3 mencakup seluruh masjid baik yang besar maupun yang kecil, yang lama maupun baru, berdasarkan keumuman dalil-dalil yang ada. Maka tidak diperkecualikan dari larangan shalat di masjid yang ada kuburannya kecuali masjid Nabawi yang agung, karena keutamaannya yang khusus yang tidak didapatkan pada masjid-masjid lain yang dibangun di atas kuburan. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah n:


    صَلاَةٌ فِيْ مَسْجِدِي هَذاَ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْماَ سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ (فَإِنَّهُ أَفْضَلُ)


    “Shalat di masjidku ini lebih utama dari seribu shalat di masjid-masjid yang lain kecuali Masjidil Haram, (karena shalat di Masjidil Haram lebih utama).”4
    Begitu pula sabda beliau n:


    ماَ بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِياَضِ الْجَنَّةِ


    “Antara rumahku dan mimbarku merupakan taman dari taman-taman jannah (surga).”5
    Serta keutamaan-keutamaan lainnya. Jika demikian, kalau dikatakan bahwa shalat di masjid Nabawi dibenci (terlarang) maka berarti menyamakan masjid Nabawi dengan masjid-masjid lainnya serta meniadakan/menghapuskan keutamaan-keutamaan yang dimilikinya, dan tentu saja sangat nyata bahwa hal ini tidak boleh.
    Makna (hukum) ini kami petik dari perkataan Ibnu Taimiyyah yang telah lewat pada hal. 125-126 ketika menjelaskan sebab dibolehkannya melaksanakan shalat yang memiliki sebab pada waktu-waktu terlarang.
    Jadi sebagaimana dibolehkan shalat (yang memiliki sebab) pada waktu-waktu yang terlarang dengan alasan bahwa pelarangan dari shalat tersebut berarti menyia-nyiakannya manakala tidak mungkin untuk meraih keutamaannya dikarenakan waktunya akan berlalu6, maka demikian pula shalat di masjid Nabi n. Kemudian saya mendapati Ibnu Taimiyyah menegaskan hukum ini pada kitabnya yang berjudul Al-Jawab Al-Bahir fi Zuril Maqabir (22/1-2): “Shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan terlarang secara mutlak7. Lain halnya dengan masjid Nabi n karena shalat di dalamnya bernilai seribu shalat (di masjid-masjid lain) dan masjid ini dibangun di atas ketaqwaan, di mana kehormatannya (kemuliaannya) terpelihara pada masa hidup beliau n dan masa Al-Khulafa`ur Rasyidin, sebelum dimasukkannya kamar (rumah) tempat penguburan beliau n sebagai bagian dari masjid. Dan hanyalah sesunggguhnya (perluasan masjid dengan) memasukkan kamar tersebut sebagai bagian dari masjid terjadi setelah berlalunya masa para shahabat.”

    1Yaitu di rumah Aisyah x
    2Yang dijuluki oleh sebagian ulama sebagai sayyiduttabi’in (pemimpin tabi’in) t
    3 Yaitu larangan shalat di masjid yang dibangun di atas kuburan.
    4 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim serta yang lainnya dari hadits Abu Hurairah z. Juga diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari hadits Ibnu ‘Umar c, dan tambahan yang ada (yaitu yang berada antara 2 tanda kurung) adalah riwayat Ahmad. Kemudian hadits ini diriwayatkan Ahmad dari banyak jalan periwayatan serta memiliki banyak penguat yang semakna dengannya dari beberapa shahabat yang lain. (Hasyiyah (catatan kaki) Tahdzirus Sajid)
    5 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, serta yang lainnya dari hadits Abdullah bin Zaid Al-Mazini, dan hadits ini mutawatir sebagaimana kata As-Suyuthi…. (Hasyiyah TahdzirusSajid). Pada hasyiyah kitab tersebut tidak lupa pula Asy-Syaikh Al-Albani t mengingatkan bahwa lafadz (قَبْرِي) sebagai pengganti lafadz (بَيْتِي) dengan makna: “Antara kuburanku dan mimbarku….”, adalah kekeliruan sebagian perawi hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hazm, Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyyah, Al-’Asqalani (yaitu Al-Hafidz Ibnu Hajar -pen) dan yang lainnya.
    6 Misalnya seseorang berwudhu pada waktu matahari sudah menguning menjelang terbenam, kalau dia dilarang shalat sunnah wudhu sampai matahari terbenam berarti dia akan kehilangan keutamaan karena waktunya akan berlalu.
    7 Yaitu tanpa batasan masjid-masjid tertentu, jadi larangannya mencakup seluruh masjid.

    Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=282

    HUKUM WANITA KELUAR RUMAH

    Sabtu, 26 Juni 2010, kategori Fatwa Ulama
    Penulis: Syaikh Al-Albani rahimahullah

    Syaikh Al-Albani rahimahullah ditanya:

    "apa hukum syariat tentang pekerjaan mubah yang dilakukan seorang wanita di luar rumahnya, dalam keadaan dia meninggalkan anak-anaknya diasuh oleh pendidik atau pembantu wanita muslimah?



    Beliau menjawab:

    "Asal hukum dalam masalah ini adalah firman Allah Azza Wajalla yang diarahkan kepada para wanita umat ini terkhusus isteri-isteri Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

    وَقَرنَ فى بُيوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجنَ تَبَرُّجَ الجٰهِلِيَّةِ الأولىٰ ۖ

    "dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu

    (QS.Al-Ahzab:33)

    Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: "asal hukum lelaki adalah nampak dan diluar, dan asal hukum wanita adalah tinggal dirumah dan tidak keluar kecuali jika ada kebutuhan yang mendesak."

    Telah disebutkan dalam shahih Bukhari bahwa Allah Azza Wajalla telah mewajibkan atas para wanita untuk berhijab, lalu Beliau Bersabda:

    قد أذن الله لكن أن تخرجن لحوائجكن

    "sungguh Allah telah mengizinkan kalian para wanita untuk keluar karena kebutuhan kalian."

    Jika seorang wanita keluar dari rumahnya karena ada kebutuhan dalam keadaan berhijab dengan jilbabnya, tidak menggunakan wangi-wangian, maka hukumnya boleh. Adapun jika keluarnya dapat berakibat terjadinya sesuatu seperti yang kami sebutkan tadi dari melalaikan sebagian kewajiban dirumahnya, maka telah disebutkan nash al-qur'an yang tadi "dan tinggallah kalian para wanita di rumah-rumah kalian", maka tidak dibolehkan baginya keluar lalu membiarkan anak-anaknya diasuh oleh para pembantu wanita, sebab seorang ibu lebih mengerti tentang kebutuhan anak-anaknya dan sesuatu yang memberi kemaslahatan kepada mereka berupa bimbingan dan pendidikan ilmu."

    (al-jami' lifatawa al-mar'ah al-muslimah: 664)

    sumber: http://www.salafybpp.com

    KAUM LELAKI DAPAT BIDADARI, KAUM WANITA DAPAT APA ?

    Sabtu, 26 Juni 2010, kategori Aqidah Islam
    Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal

    Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya:

    "disebutkan bagi kaum lelaki mendapatkan bidadari di dalam surga, lalu apa yang didapatkan seorang wanita?"



    Beliau menjawab:

    " Allah Subhanahu Wata'ala berfirman menjelaskan tentang kenikmatan penghuni surga:

    وَلَكُم فيها ما تَشتَهى أَنفُسُكُم وَلَكُم فيها ما تَدَّعونَ

    نُزُلًا مِن غَفورٍ رَحيمٍ

    "di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    (Qs. Fushshilat:31-32)

    dan firman-Nya:

    وَفيها ما تَشتَهيهِ الأَنفُسُ وَتَلَذُّ الأَعيُنُ ۖ وَأَنتُم فيها خٰلِدونَ

    " dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya".

    (QS. Az-zukhruf: 71)

    merupakan perkara yang telah dimaklumi bahwa pernikahan merupakan sesuatu yabg paling disenangi oleh manusia, dan itu akan dirasakan para penghuni surga didalam surga baik kaum lelaki atau wanita, seorang wanita akan dinikahkan oleh Allah Azza wajalla di dalam surga dengan suaminya yabg dahulu didunia sebagaimana firman AllahbTa'ala (QS. Ghafir:8)



    (Al-jami lifatawa al-mar'ah almuslimah: 27)

    sumber: http://www.salafybpp.com/

    JIN MELIHAT KITA DAN KITA TIDAK MELIHAT JIN

    Kamis, 17 Juni 2010, kategori Fatwa Ulama
    Penulis: Syaikh Saleh Al-Fauzan hafizahullah

    Apakah benar apa yang disebutkan bahwa kaum jin melihat kita dimana kita tidak dapat melihat mereka di dunia, dan kita dapat melihat mereka dimana mereka tidak dapat melihat kita di akhirat?
    Beliau menjawab:

    ترونهم " أما في الآخرة والله أعلم ، ما أعلم شئ يدل على هذا أننا في الآخرة ينعكس الأمر فنراهم ولا يروننا ما أدري عن هذا . نعم .

    "Mereka dapat melihat kita dimana kita tidak dapat melihat mereka, ini disebutkan dalam Alqur'an bahwa "dia dapat melihat kalian" yaitu syaitan, dia dan kaum jin dapat melihat kalian dan kalian tidak dapat melihat mereka.

    Adapun diakhirat wallahul a'lam, Saya tidak mengetahui satupun yang menunjukkan bahwa kita diakhirat kondisinya berbalik, yaitu kita melihat mereka dan mereka tidak melihat kita, saya tidak mengetahui tentang ini. Iya."


    http://sahab.net/forums/showthread.php?t=378513



    Syaikh Saleh Al-Fauzan Hafizahullah Ta'ala ditanya:


    Apakah benar bahwa Jin menyebar disebuah negeri lebih banyak jumlahnya dari negeri lain. Sebagaimana yang kami dengarkan tentang tersebarnya mereka di sebagian negeri Arab lebih banyak dari negeri yang lain. Apakah ada sebab tertentu dalam hal jumlah menyebarnya mereka yang lebih banyak?

    Syaikh menjawab:


    نعم الجن لهم مواطن يكثرون فيها بلا شك، لهم مواطن يجتمعون فيها ويكثرون فيها مثل ما الإنس لهم مواطن يجتمعون فيها ويسكنون فيها فهم مثل الإنس في هذا . نعم

    "Iya, tidak diragukan lagi bahwa kaum Jin memiliki tempat- tempat yang jumlah mereka lebih banyak, mereka Punya tempat berkumpul dan berjumlah banyak sebagaimana halnya manusia Punya tempat-tempat berkumpul dan mereka tinggal padanya, maka kaum jin Sama seperti manusia dalam hal ini.

    http://sahab.net/forums/showthread.php?t=378513

    Sumber : http://www.salafybpp.com

    NASEHAT DARI IMAM AHMAD BAGI ORANG YANG DUDUK DENGAN PENGIKUT HAWA NAFSU

    Kamis, 17 Juni 2010, kategori Manhaj
    Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal

    berkata Ibnu Baththah rahimahullah Ta'la: telah memberitakan kepadaku Abu Saleh Muhammad bin Ahmad, ia berkata: telah memberitakan kepada kami Abul Hasan Walid bin Isa bin Al-Walid Al-Akbari, ia berkata: telah memberitakan kepadaku Abu Ali Hambal bin Ishaq bin Hambal, ia berkata: ada seseorang menulis kepada Abi Abdillah (Ahmad bin Hambal) rahimahullah sebuah surat untuk meminta izin menulis sebuah kitab yang menjelaskan bantahan terhadap ahli bid'ah, dan duduk bersama ahli kalam lalu berdebat dengan mereka dan mematahkan hujjah mereka

    Maka Imam Ahmad menulis kepadanya:

    " Bismillahirrahmanirrahim. Semoga Allah menjadikan akhir kehidupanmu dengan kebaikan, dan menolak darimu setiap hal yang dibenci dan dilarang.

    yang kami dengar, dan yang kami temui dari para ulama, bahwa mereka membenci berbicara dan duduk bersama orang- orang yang menyimpang, yang seharusnya dilakukan adalah menerima dan berpegang kepada apa yang terdapat dalam kitab Allah atau sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, bukan dengan duduk bersama ahli bid'ah dan orang yang menyimpang untuk engkau bantah mereka, karena sesungguhnya mereka akan memperdaya kamu dan mereka tidak akan rujuk kepada kebenaran.

    Insya Allah keselamatan itu dengan meninggalkan duduk bersama mereka dan meninggalkan berkumpul bersama mereka dalam bid'ah dan kesesatannya.Hendaknya seseorang bertakwa kepada Allah dan melakukan sesuatu yang bermanfaat baginya dikeesokan harinya berupa amal saleh yang dia persembahkan untuk dirinya.

    Jangan dia termasuk orang yang menghendaki sesuatu, lalu keluar darinya dalam keadaan ia menghendaki hujjah, lalu hal itu membawa dirinya kepada sesuatu yang menyulitkan dirinya dan mencari hujjah terhadap sesuatu yang keluar darinya baik berupa kebenaran atau kebatilan, untuk menghiasi bid'ah dan perbuatan yang dilakukannya."

    (masaail Imam Ahmad, karya anaknya Saleh: 2/166-167), Al-ibanah, Ibnu Baththah:2/472)

    Dan berkata Imam Ahmad: "Hendaknya kalian berpegang teguh kepada sunnah dan hadits dan apa yang Allah berikan kepada kalian berupa manfaat, dan jauhilah sibuk dengan dialog dan perdebatan sebab tidak akan beruntung orang yang suka dengan ilmu kalam, siapa saja yang suka dengan ilmu kalam maka tidaklah akhir kehidupannya melainkan kepada bid'ah, sebab ilmu kalam tidak akan mengajak kepada kebaikan,dan aku tidak suka dengan ilmu kalam, mendalaminya dan dan berdebat.hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnah, atsar dan fikih yang kalian dapat mengambil manfaat darinya, tinggalkan perdebatan dan berbicara dengan orang- orang menyimpang dan tukang debat, kami telah mendapati jaman (ulama salaf) yang mereka tidak mengenal debat dan mereka menjauhi ahli kalam, dan akhir dari ilmu kalam tidak akan mendatangkan Kebaikan. Semoga Allah menjaga kami dan kalian dari berbagai macam fitnah dan menyelamatkan kami dan kalian dari kebinasaan."

    (Al-Ibanah2/593)

    diambil dari http://www.salafybpp.com/index.php?option=com_content&view=article&id=138:nasehat-dari-imam-ahmad-bagi-orang-yang-duduk-dengan-pengikut-hawa-nafsu&catid=3:manhaj&Itemid=18
    http://sahab.net/forums/showthread.php?t=378893

    SIKAP SYAIKHUL ISLAM IBNU TAIMIYAH DAN ‘ULAMA ISLAM DARI SERUAN KEBEBASAN BERAGAMA

    Kamis, 17 Juni 2010, kategori Aqidah Islam
    Penulis: Asy Syaikh Rabi' bin Hadi Umair Al-Madkhali

    Sikap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan ulama islam dari seruan kebebasan beragama, persaudaraan dan persamaan agama

    بسم الله الرحمن الرحيم

    الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه .

    أما بعد :



    Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam majmu' fatawa (28:523-525) tatkala Beliau berbicara tentang agama dan keyakinan bangsa Tatar Dan persamaan mereka terhadap semua agama:

    Mereka mengaku beragama Islam namun mereka memuliakan agama orang- orang kafir diatas agama kaum muslimin, mereka taat dan bersikap loyal kepada orang- orang kafir itu melebihi ketaatan mereka kepada Allah Dan Rasul-Nya Dan sikap loyalnya kepada kaum musimin. Mereka berhukum dengan hukum jahiliah terhadap perselisihan yang terjadi diantara mereka dan bukan dengan hukum Allah. Demikian pula para pembesar dari para menteri dan yang lainnya yang menjadikan agama Islam seperti agama yahudi dan Nashara dan bahwa itu semua merupakan jalan menuju Allah yang kedudukannya seperti empat mazhab dikalangan kaum muslimin.

    Kemudian diantara mereka ada yang Lebih menguatkan agama yahudi atau agama nashara Dan diantara mereka pula Ada yang menguatkan agama kaum muslimin. Ucapan ini menyebar Dan mendominasi mereka sampai dikalangan para fuqaha dan ahli ibadahnya, lebih terkhusus lagi kaum jahmiyah Dari kalangan wihdatul wujud, atau fir'auniyah Dan yang semisalnya , dimana keyakinan filsafat lebih mendominasi mereka.Ini merupakan pendapat kebanyakan kaum filsafat atau mayoritas mereka, dan ini merupakan pendapat kebanyakan kaum nashara atau mayoritas mereka Dan juga kaum yahudi. Bahkan jika seseorang berkata: bahwa mayoritas tokoh mereka dari kalangan ahli fikih Dan ahli ibadahnya mereka diatas prinsip ini, hal itu tidak jauh dari kebenaran.

    Dan sungguh aku telah melihat dan mendengar Hal itu yang tidak mencukupi tempat ini untuk menjelaskannya.

    Merupakan hal yang telah dimaklumi secara pasti dalam agama islam dan berdasarkan kesepakatan seluruh kaum muslimin bahwa siapa yang membenarkan untuk mengikuti selain agama islam atau mengikuti syari'at selain syari'at Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam maka dia kafir, dan kekafirannya seperti orang yang beriman kepada sebagian al- kitab dan mengingkari sebagian lainnya , sebagaimana firman Allah Ta'la:

    { إنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا } { أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا } .

    "sesungguhnya orang- orang kafir terhadap Allah dan para rasul-Nya dan mereka ingin membedakan antara Allah dan para rasul-Nya dan mengatakan: kami beriman kepada sebagian dan mengingkari sebagian dan mereka ingin menjadikan diantaranya sebagai jalan. Mereka itulah orang kafir sebenar- benarnya dan Kami telah menyiapkan bagi orang- orang kafir tersebut azab yang pedih."

    Kaum Yahudi dan Nashara termasuk didalamnya, demikian pula kaum filosof yang beriman kepada sebagian dan mengkufuri sebagian. Siapa yang menjadi filosof dari kalangan yahudi dan nashara maka dia menjadi kafir dari dua arah.

    Mereka ini mayoritas para menteri mereka yang menuangkan pendapatnya adalah orang yang berasal dari jenis ini, dimana dia sebelumnya seorang yahudi filosofi kemudian menisbatkan dirinya kepada islam sementara masih terdapat karakter yahudi dan filsafat pada dirinya, ditambah lagi adanya pemikiran rafidhah pada diri mereka.

    Inilah yang paling mulia menurut mereka dari kalangan ilmuwannya dan yang paling ditokohkan dari para pejuangnya, maka hendaklah seorang mukmin mengambil pelajaran dari hal ini.

    Kesimpulannya, tidaklah muncul kemunafikan, zindiq, dan penyelewengan syariat melainkan bagian dari mengikuti kaum Tatar, sebab mereka adalah makhluk yang paling jahil dan paling sedikit ilmunya dalam agama dan paling jauh dari mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam, dan makhluk yang paling suka mengikuti prasangka dan hawa nafsu .

    وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

    Ditulis oleh: Rabi' bin Hadi Umair Al-Madkhali

    Tgl 17-6-1431 H.

    __________________

    www.rabee.net

    rabee@rabee.net

    MENGAMBIL FAEDAH DARI KITAB SESAT

    Kamis, 17 Juni 2010, kategori Manhaj Salaf
    Penulis: Syaikh Saleh Al-Fauzan HAfizahullah


    Syaikh Saleh Al-Fauzan HAfizahullah ditanya: Kitab- kitab seperti “fi zhilalil al-qur’an” ,”Al-Adalah Al-ijtima’iyah” dan “Ihya Ulumuddin”, kitab- kitab ini ada kebaikannya namun juga ada penyimpangannya.Pertanyaannya: jika aku sebagai pemberi nasehat, atau penulis, apakah boleh aku menukil kebaikan yang ada dalam kitab ini?
    إليْها واتْرك الكُتب التِي فِيْها مَقال، أو فِيْها نَظر، اتْركْها، ما فيْها منْ خيْر فَهو مَوجود فِي الكُتب الْمَوثوقة الْمَعروفة، وما كان فيها من شَر فأنْت تَسْلم منْه.

    “Allah telah memberi kecukupan kepadamu dari mengambil manfaat dari kitab- kitab ini. Dalam kitab- kitab salaf dan kitab- kiab para ulama dan para imam, merujuklah kepadanya dan tinggalkan kitab- kitab yang bermasalah, atau ada penyimpangan, tinggalkan. Kebaikan yang ada padanya juga terdapat dalam kitab- kitab yang terpercaya yang telah diketahui. Adapun kejahatan yang ada padanya maka kamu terselamatkan darinya.”

    والله أعلم وصلى الله وسلم على نبينا مُحَمد وعلى آله وصحبه أجْمَعين" اهـ.

    http://sahab.net/forums/showthread.php?t=378710

    AWAS! JANGAN DEKATI ZINA!

    Kamis, 17 Juni 2010, kategori Nasehat


    وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

    “Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32)

    Penjelasan makna ayat

    وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا

    Dan janganlah kalian mendekati zina.

    Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini: “Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam rangka melarang hamba-hamba-Nya dari perbuatan zina dan larangan mendekatinya, yaitu larangan mendekati sebab-sebab dan pendorong-pendorongnya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)

    Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini di dalam tafsirnya, “Larangan mendekati zina lebih mengena ketimbang larangan melakukan perbuatan zina, karena larangan mendekati zina mencakup larangan terhadap semua perkara yang dapat mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Barangsiapa yang mendekati daerah larangan, ia dikhawatirkan akan terjerumus kepadanya, terlebih lagi dalam masalah zina yang kebanyakan hawa nafsu sangat kuat dorongannya untuk melakukan zina.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)

    إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً

    Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji.

    Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah dosa yang sangat besar.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/55)

    Asy-Syaikh As-Sa’di berkata, “Allah subhanahu wata’ala menyifati perbuatan ini dan mencelanya karena ia (كَانَ فَاحِشَةً ) adalah perbuatan keji.

    Maksudnya adalah dosa yang sangat keji ditinjau dari kacamata syariat, akal sehat, dan fitrah manusia yang masih suci. Hal ini dikarenakan (perbuatan zina) mengandung unsur melampaui batas terhadap hak Allah dan melampaui batas terhadap kehormatan wanita, keluarganya dan suaminya. Dan juga pada perbuatan zina mengandung kerusakan moral, tidak jelasnya nasab (keturunan), dan kerusakan-kerusakan yang lainnya yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal.457)

    وَسَاءَ سَبِيلًا

    dan (perbuatan zina itu adalah) suatu jalan yang buruk.

    Al-Imam Ath-Thabari rahimahullah mengatakan, “Dan zina merupakan sejelek-jelek jalan, karena ia adalah jalannya orang-orang yang suka bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, dan melanggar perintah-Nya. Maka jadilah ia sejelek-jelek jalan yang menyeret pelakunya kedalam neraka Jahannam.” (Tafsir Ath-Thabari, 17/438)

    Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah menafsirkan lafazh ayat (yang artinya) “suatu jalan yang buruk” dengan perkataannya, “Yaitu jalannya orang-orang yang berani menempuh dosa besar ini.” (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 457)

    Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa Allah subhanahu wata’ala mengabarkan tentang akibat perbuatan tersebut. Bahwasannya perbuatan tersebut adalah sejelek-jelek jalan. Karena yang demikian itu dapat mengantarkan kepada kebinasaan, kehinaan, dan kerendahan di dunia serta mengantarkan kepada adzab dan kehinaan di akhirat. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 206)



    Hal-hal yang mengantarkan kepada perbuatan zina

    Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Islam menutup rapat-rapat semua celah yang dapat mengantarkan seorang hamba kepada kejelekan dan kebinasaan. Atas dasar ini, disaat Allah subhanahu wata’ala melarang perbuatan zina, maka Allah subhanahu wata’ala melarang semua perantara yang mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Disebutkan dalam kaedah fiqih:

    وَسَائِلُ اْلأُمُورِ كَالْمَقَاصِدِ

    Perantara-perantara seperti hukum yang dituju.

    Zina adalah perbuatan haram, maka semua perantara/wasilah yang dapat mengantarkan kepada zina juga haram hukumnya. Diantara perkara yang dapat mengatarkan seseorang kepada zina adalah:

    1. Memandang wanita yang tidak halal baginya

    Penglihatan adalah nikmat Allah subhanahu wata’ala yang sejatinya disyukuri hamba-hambanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (An-Nahl: 78). Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukurinya. Justru digunakan untuk bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala. Untuk melihat wanita-wanita yang tidak halal baginya. Terlebih di era globalisasi ini dengan segenap kecanggihan teknologi dan informasi, baik dari media cetak maupun elektronik, seperti internet, televisi, handphone, majalah, koran, dan lain sebagainya, yang notabene-nya menyajikan gambar wanita-wanita yang terbuka auratnya. Dengan mudahnya seseorang menikmati gambar-gambar tersebut. Sungguh tak sepantasnya seorang hamba yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan hal itu.

    Pandangan adalah sebab menuju perbuatan zina. Atas dasar ini, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Katakanlah (wahai nabi), kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka.” (An-Nur: 30-31)

    Allah subhanahu wata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari: zina, homosex, lesbian, dan agar tidak tersingkap serta terlihat manusia. (Lihat Adhwa’ Al-Bayan, Al-Imam Asy-Syinqithi 6/126)

    Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah perintah Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dari apa yang diharamkan. Maka janganlah mereka memandang kecuali kepada apa yang diperbolehkan untuk dipandangnya. Dan agar mereka menjaga pandangannnya dari perkara yang diharamkan. Jika kebetulan pandangannya memandang perkara yang diharamkan tanpa disengaja, maka hendaklah ia segera memalingkan pandangannya. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahihnya dari shahabat Jarir bin Abdullah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Aku bertanya kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pandangan secara tiba-tiba, maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandanganku.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/399)

    Manakala perbuatan zina bermula dari pandangan, Allah subhanahu wata’ala menjadikan perintah menahan pandangan lebih dikedepankan ketimbang menjaga kemaluan. Karena semua kejadian bersumber dari pandangan. Sebagaimana api yang besar bermula dari api yang kecil. Bermula dari pandangan, lalu terbetik di dalam hati, kemudian melangkah, akhirnya terjadilah perbuatan zina. (Lihat Al-Jawab Al- Kafi, hal. 207)

    2. Menyentuh wanita yang bukan mahramnya

    Menyentuh wanita yang bukan mahram adalah perkara yang di anggap biasa dan lumrah ditengah masarakat kita. Disadari atau tidak, perbuatan tersebut merupakan pintu setan untuk menjerumuskan anak Adam kepada perbuatan fahisyah (keji), seperti zina. Oleh karena itu, Islam melarang yang demikian itu, bahkan mengancamnya dengan ancaman yang keras. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    لأَنْ يَطْعَنَ فيِ رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ

    “Seorang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi adalah lebih baik ketimbang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabarani, no. 16880, 16881)

    Dalam hadits ini terdapat ancaman yang keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya. Hadits tersebut juga sebagai dalil tentang haramnya berjabat tangan dengan wanita (yang tidak halal baginya). Dan sungguh kebanyakan kaum muslimin di zaman ini terjerumus dalam masalah ini. (Lihat Ash-Shahihah, no. 1/395)

    Dalam hadits lain dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

    “Ditetapkan atas anak cucu Adam bagiannya dari zina akan diperoleh hal itu tidak mustahil. Kedua mata zinanya adalah memandang (yang haram). Kedua telinga zinanya adalah mendengarkan (yang haram). Lisan zinanya adalah berbicara (yang haram). Tangan zinanya adalah memegang (yang haram). Kaki zinanya adalah melangkah (kepada yang diharamkan). Sementara hati berkeinginan dan berangan-angan, sedang kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Muslim no. 2657)

    3. Berkhalwat (berduaan) di tempat sepi

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan dalam haditsnya yang agung:

    لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

    “Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita kecuali yang ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)

    Betapa banyak orang yang mengabaikan bimbingan yang mulia ini, akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Kita berlindung kepada-Nya dari perbuatan tersebut.

    Ber-khalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya adalah haram. Tidaklah seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahramnya kecuali ketiganya adalah setan. Apa dugaan anda jika yang ketiganya adalah setan? Dugaan kita keduanya akan dihadapkan kepada fitnah. Termasuk berkhalwat (yang dilarang) adalah berkhalwat dengan sopir. Yakni jika seseorang mempunyai sopir pribadi, sementara dia mempunyai istri atau anak perempuan, tidak boleh baginya membiarkan istri atau anak perempuannya pergi berduaan bersama si sopir, kecuali jika disertai mahramnya. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin Asy-Syaikh Al-’Utsaimin, 6/369)

    4. Berpacaran

    Berpacaran adalah suatu hal yang lumrah di kalangan muda-mudi sekarang. Padahal, perbuatan tersebut merupakan suatu perangkap setan untuk menjerumuskan anak cucu Adam ke dalam perbuatan zina.

    Dalam perbuatan berpacaran itu sendiri sudah mengandung sekian banyak kemaksiatan, seperti memandang, menyentuh, dan berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya, yang notabene merupakan zina mata, lisan, hati, pendengaran, tangan, dan kaki.

    Itulah diantara hal-hal yang dapat mengantarkan anak cucu Adam kepada perbuatan zina. Barangsiapa menjaganya, selamatlah agamanya, insya Allah. Sebaliknya, barangsiapa lalai dan menuruti hawa nafsunya, dari kejelekanIkebinasaanlah baginya. Kita berlindung kepada Allah diri-diri kita. Amin.

    Kerusakan yang disebabkan perbuatan zina

    Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan zina adalah termasuk kerusakan yang sangat berat. Diantaranya adalah merusak tatanan masyarakat, baik dalam hal nasab (keturunan) maupun penjagaan kehormatan, dan menyebabkan permusuhan diantara sesama manusia.

    Al Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Aku tidak mengetahui dosa besar apa lagi yang lebih besar setelah membunuh jiwa selain dari pada dosa zina.” Kemudian beliau v menyebutkan ayat ke-68 sampai ayat ke-70 dari surat Al Furqan. (Lihat Al-Jawab Al-Kafi, hal 207)

    Nasehat untuk kaum muslimin

    Para pembaca yang kami muliakan, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati seorang hamba, itu semua akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat kelak. Yang pada hari itu anggota badan seorang hamba; tangan, kaki, dan kulit akan menjadi saksi atas apa yang telah mereka perbuat. Manusia adalah tempat kesalahan dan dosa. Semua anak cucu Adam pernah berbuat kesalahan. Sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang paling cepat bertaubat.

    Tolak ukur kebaikan seorang hamba bukanlah terletak pada pernah atau tidaknya dia berbuat kemaksiatan. Akan tetapi yang menjadi tolak ukur adalah orang yang segera bertaubat manakala berbuat kemaksiatan, serta tidak terus menerus berada dalam kubangan kemaksiatan.

    Segeralah bertaubat, wahai hamba-hamba Allah, sebelum ajal menjemputmu! Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera. Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, barulah ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” dan tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (An-Nisaa’: 17-18)

    Wallahu a’lam bishshowab.



    http://www.buletin-alilmu.com/?p=171

    SECERCAH NASEHAT UNTUK PARA PEMUDA

    Kamis, 17 Juni 2010, kategori Adab dan Akhlak


    Para pembaca, semoga Allah ‘azza wajalla selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Tidak diragukan lagi bahwa manusia yang memiliki fitrah yang suci pasti mencita-citakan kebahagiaan dan ketentraman dalam kehidupannya, terkhusus pada zaman sekarang yang penuh dengan fitnah.
    Sesuatu yang diharamkan Allah ‘azza wajalla dianggap sebagai sesuatu yang halal, perbuatan yang melanggar norma-norma agama dianggap sebagai hal yang lumrah dan wajar. Masyarakat pun bertambah hari semakin jauh dari bimbingan Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh dalam kondisi seperti ini seorang hamba sangat butuh dengan pertolongan Allah ‘azza wajalla.



    Saudaraku seiman…

    Merupakan fitrah yang telah Allah jadikan pada diri manusia bahwa kaum lelaki memiliki ketertarikan (kecintaan) kepada kaum wanita dan juga sebaliknya, Allah ‘azza wajalla dalam Al-Qur’an menyatakan (artinya);

    “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada sesuatu yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran: 14)

    Allah ‘azza wajalla memberitakan bahwa kecintaan kepada kenikmatan-kenikmatan dunia tersebut ditampakkan indah dan menarik di mata manusia. Allah ‘azza wajalla menyebutkan beberapa jenis kenikmatan dunia secara khusus, karena ia merupakan ujian yang paling dahsyat, sedangkan yang selainnya mengikuti. Tatkala ia ditampakkan indah dan menarik kepada manusia, kemudian disertai faktor lain yang menghiasinya, maka jiwa-jiwa mereka akan bergantung dengannya. Hati-hati mereka pun akan cenderung kepadanya. (Lihat Taisir Al Karimirrahman, hal. 124)

    Dengan demikian Allah ‘azza wajalla telah menjadikan kecenderungan atau kecintaan kepada wanita dalam hati para lelaki dan tertarik ketika melihatnya.

    Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan dalam sebuah haditsnya;

    مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلىَ الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

    “Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnahnya) wanita.” (HR. Al Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)

    Akan tetapi Allah ‘azza wajalla dengan hikmah-Nya memiliki syari’at yang mengatur hubungan keduanya (laki-laki dan wanita). Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

    “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian telah mampu untuk menikah, hendaknya bersegera menikah, karena yang demikian itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa yang tidak mampu hendaknya dia bershaum (puasa) karena itu adalah pemutus syahwatnya.” (HR. Al Bukhari no. 1905 dan Muslim no. 1400)

    Asy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam hafizhahullah menjelaskan bahwa pengkhususan para pemuda dalam hadits diatas karena kebanyakan yang memiliki syahwat kuat adalah para pemuda, dibanding orang lanjut usia. (Taudhihul Ahkam hal. 214)

    Adapun yang dimaksud dengan البَاءَةَ (kemampuan) disini adalah kemampuan untuk menikah baik fisik, maupun harta, berupa pemberian mahar dan nafkah. (Lihat Syarh Bulughul Maram Ibnu ‘Utsaimin)

    Sungguh mulianya agama ini, dengan bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam manusia termulia dan paling bertaqwa yang senantiasa membimbing umatnya agar selamat dari makar syaithan yang berupaya menjerumuskan anak manusia kepada kemaksiatan. Dengan menikah, seseorang dapat meraih ketenangan jiwa serta melahirkan kasih sayang antara laki-laki dan wanita dengan penuh keridhaan Ilahi.



    DEFINISI NIKAH

    Asy Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa nikah secara bahasa artinya berkumpul. Adapun secara istilah syari’at adalah berkumpulnya antara laki-laki dan wanita yang dibangun diatas aturan syari’at yang khusus, berupa akad nikah dan syarat-syarat yang sudah diketahui bersama. (Syarh Bulughul Maram, Kitabun Nikah hal. 419)

    Nikah juga bisa diistilahkan dengan sebuah ikatan (akad) antara seorang laki-laki dan wanita yang apabila terpenuhi segala rukun dan syaratnya, maka halal bagi keduanya (untuk bersentuhan atau yang selainnya) dari apa yang dibolehkan dan dihalalkan dalam ketentuan syari’at. Adapun sebelum adanya akad, maka tidak diperbolehkan. Sebagaimana yang dijelaskan Asy Syaikh Abdullah Al Bukhari hafizhahullah.



    DISYARI’ATKANNYA NIKAH

    Menikah, wahai saudaraku muslim merupakan sunnah yang diajarkan dan ditekankan dalam agama ini. Bahkan, ketika seseorang telah menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh dari agamanya. (Lihat Ash Shahihah 2/199). Menikah juga merupakan sunnah para rasul ‘alaihimussalam terdahulu. Allah ‘azza wajalla berfirman (artinya);

    “Sungguh Kami telah mengutus para rasul sebelummu dan Kami jadikan untuk mereka istri-istri dan anak keturunan.” (Ar-Ra’d: 38)

    Dalam ayat-Nya yang lain pula Allah ‘azza wajalla memerintahkan para wali (orang tua/wali) untuk menikahkan putra-putrinya yang telah mampu untuk menikah. Allah ‘azza wajalla berfirman (artinya);

    “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kalian, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya (budak) kalian yang lelaki dan hamba-hamba sahaya yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (An-Nur: 32)

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai penyampai dan penjelas wahyu ilahi, telah menyampaikan dan menjelaskan tentang sunnah (nikah) tersebut kepada umat ini. Suatu hari datang 3 (tiga) orang kepada istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika diberi kabar bagaimana ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sepertinya mereka menganggap sedikit apa yang mereka amalkan. Maka diantara mereka berkata, “Adapun saya, akan shalat malam dan tak akan tidur.” Yang lain berkata, “Aku akan puasa terus menerus dan tak akan berbuka.” Yang lainnya lagi berkata, “Aku tak akan menikahi wanita.” Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan diberitahu tentang ucapan mereka ini, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

    أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللهِ إِنِّي لأَخْشَاكُمْ ِللهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ

    “Kalian yang berkata demikian dan demikian, ketahuilah aku adalah orang yang paling takut kepada Allah ‘azza wajalla daripada kalian dan yang paling bertaqwa. Akan tetapi aku sholat malam dan tidur, aku berpuasa serta berbuka, dan aku menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan golonganku (bukan berada diatas sunnahku dan jalanku).” (HR. Al Bukhari dan Muslim)



    MANFAAT PERNIKAHAN

    Merupakan suatu yang mustahil jika Allah ‘azza wajalla Yang Maha Pencipta, Pengatur dan Pemelihara alam semesta ini dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai pengemban risalah agama ini memerintahkan sebuah amalan ibadah tanpa ada hikmah dan tujuan. Tidak ada amalan ibadah yang diperintahkan dalam syari’at ini melainkan dibalik itu mengandung manfaat yang besar, termasuk pernikahan. Diantara hikmah dan manfaat pernikahan adalah kesempatan menjalankan perintah Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, yang hakekatnya merupakan puncak kebahagiaan seorang hamba di dunia dan di akhirat. Selain itu akan terjalin kasih sayang antara suami dan istri yang diridhoi oleh Allah ‘azza wajalla, sebagaimana firman-Nya (artinya);

    “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Rum: 21)

    Asy Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat diatas, “Maka dengan adanya istri tersebut dapat diraih kenikmatan dan kelezatan dalam hidup, diperoleh kemanfaatan yang besar berupa (lahirnya) anak-anak, adanya pendidikan terhadap mereka, dan diperoleh juga ketenangan hidup bersamanya (istri). Maka tidaklah engkau dapati pada diri seseorang secara umum seperti yang didapati pada sepasang suami istri dalam hal kasih sayang.” (Taisir Al Karimirrahman hal. 639).

    Islam telah menjadikan pernikahan sebagai ibadah, sebab dengan pernikahan tersebut seseorang dapat menjaga dirinya dari keburukan fitnah, membatasi pandangan dari hal-hal yang diharamkan. Pernikahan juga dapat menjaga dan membentengi diri seseorang dari syaithan yang selalu mengajak dan menjerumuskan anak adam ke dalam perbuatan keji (zina).



    NASEHAT

    Wahai para pemuda rahimakumullah…

    Ketahuilah, seseorang tidak akan menemukan kekecewaan bila ia menjadikan bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai prinsip dalam meniti sebuah kehidupan. Karena dengan mengikuti bimbingannya seseorang akan terbimbing untuk menempuh jalan yang lurus, dan tidak akan tersesat. Allah ‘azza wajalla menyatakan (artinya);

    “Dan jika kalian menaatinya (Rasulullah) niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk” (An-Nur: 54)

    Jika engkau sudah mampu untuk menikah, menikahlah karena menikah merupakan perintah Allah ‘azza wajalla dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Janganlah seseorang takut dan tidak menikah karena terpengaruh dengan bisikan syaithan dengan dibayangi kesulitan ekonomi dan kemiskinan. Hati-hatilah dari membujang (menahan diri dari menikah) hanya karena khawatir tidak mampu menanggung beban hidup. Bertawakallah kepada Allah ‘azza wajalla dengan disertai ikhtiar, niscaya Allah ‘azza wajalla akan mewujudkan janji-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya (artinya);

    “Dan barangsiapa yang bertawakkal (menyandarkan dirinya) kepada Allah niscaya Allah akan cukupkan keperluannya.” (At-Thalaq: 3)

    Juga Allah ‘azza wajalla berjanji dalam firman-Nya:

    “Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (An-Nuur: 32)

    Dalam sebuah hadits, sebagaimana diriwayatkan dari shahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

    ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُمْ: اَلْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ العَفَافَ، وَالْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ.

    “Tiga golongan yang Allah pasti akan menolong mereka: budak yang hendak menebus dirinya, seorang yang menikah dengan tujuan menjaga kehormatanya dari perkara-perkara yang diharamkan, dan seorang yang berjihad di jalan Allah.” (HR. An-Nasa’i, Kitabun Nikah, Bab Ma’unatullah An-Nakih Al ladzi Yuridul ‘Afaf, no. 3218, 3120).

    Hilangkan bayangan kemiskinan dan kesengsaraan, sebab semua urusan di tangan Allah ‘azza wajalla, Allah akan bukakan jalan keluar dari berbagai kesulitan dalam hidup ini jika kita berusaha sekuat tenaga untuk bertaqwa kepada-Nya. Allah ‘azza wajalla berfirman (artinya);

    “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan jadikan untuknya jalan keluar. Dan memberi rizqi dari arah yang tidak disangka-sangka.” (At-Thalaq: 2-3)

    Para pemuda, semoga Allah ‘azza wajalla merahmati kita semua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah memberi solusi bagi pemuda yang belum mampu untuk menikah agar ia berpuasa. Dengan berpuasa ia lebih mampu untuk mengendalikan hawa nafsunya, lebih menjaga kehormatan dan pandangannya dari perkara yang diharamkan, sebagaimana disebutkan dalam hadits diatas. Bukan dengan cara-cara yang tidak syar’i, seperti onani, karena yang demikian juga diharamkan.



    PENUTUP

    Para pembaca yang kami cintai, dengan ini marilah kita bersama-sama berusaha menjadikan petunjuk Allah ‘azza wajalla dan bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang telah di pahami dan dipraktekkan para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai jalan satu-satunya meraih keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup ini. Dengan mengamalkannya, hidup kita akan senantiasa terjaga dan diliputi ridha dari Yang Maha Pencipta, Pemilik, Pengatur dan Pemelihara alam ini.

    Wallahu a’lam bish shawaab.



    http://www.buletin-alilmu.com/?p=176

    Dauroh SMA / SMK Se - Eks Karesidenan Surakarta ke-5

    Kamis, 10 Juni 2010, kategori Info Dauroh
    Penulis: Admin


    Hadirilah!
    Dengan Mengharap Ridho Allah Ta'ala Semata
    Dauroh SMA / SMK Se-Eks Karesidenan Surakarta ke-5

    Untuk umum / ikwan dan akhwat

    Dengan tema: Pendidikan Karakter Muslim untuk Membangun Peradaban Bangsa
    Waktu dan Tempat:
    Senin - Rabu, 21 - 23 Juni 2010
    di Masjid Ibnu Taimiyah, Jln.Ciptonegaran, Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo

    Informasi:
    Untuk ikhwan: 081257244070
    081393463612
    Untuk akhwat: 081226310241


    Insya'Allah disiarkan langsung melalui teresterial radio DAARUSSALAFFM 88,2 MHz dan internet radio STREAMING di http://87.117.196.121:25950/ pilih "listen" atau http://daarussalaf.listen2myradio.com/ serta Di Room Religion & Spirituality - Islam - Radio Daarus Salaf Solo dengan akun "SALAFY SOLO"

    Tabligh Akbar Bersama Ulama Timur Tengah (10-12/07/2010)

    Kamis, 10 Juni 2010, kategori Info Dauroh
    Penulis: Admin



    بسم الله الرحمن الرحيم
    السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الحمد لله،
    والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

    Segala puji hanya bagi Allah semata. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan shahabat beliau, serta yang mengikuti jalan beliau hingga hari akhir.

    Alhamdulillah, dengan pertolongan Alla
    h semata, tahun ini Allah memberikan kenikmatan kepada kaum muslimin di Indonesia secara khusus dengan rencana kehadiran para ulama dari Timur Tengah, insya Allah.

    Kehadiran para ulama ini dikemas dalam acara Kajian Ilmiah Nasional Ahlus Sunnah wal Jamaah yang telah beberapa kali diselenggarakan,
    walhamdulillah.


    Berikut ini rincian waktu dan tempat pelaksanaannya.

    I. Tabligh Akbar Nasional Bersama Ulama Ahlussunnah dari Timur Tengah

    Pembicara:
    1. Asy-Syaikh Dr. Abdullah Al-Bukhari (Dosen Univ. Islam Madinah, dalam konfirmasi)
    2. Asy-Syaikh Dr. Muhammad Umar Bazmul (Dosen Univ. Ummul Qura, Makkah)
    3. Asy-Syaikh Dr. Khalid Adz-Dzafiri (Ulama Ahlussunnah dari Kuwait)

    Peserta :
    UMUM : PUTRA & PUTRI *)

    Kontribusi :
    GRATIS

    Waktu : Sabtu—Senin, 27—29 Rajab 1431 H/
    10 — 12 Juli 2010

    Tempat : Masjid Agung Manunggal Bantul di Jl. Jendral Sudirman No. 1, Bantul

    Selengkapnya klik pamflet ini :

    II. Daurah Asatidzah

    Waktu : Kamis—Ahad, 25 Rajab—6 Sya’ban 1431 H/8—18 Juli 2010
    Tempat: Kompleks PP. Al Anshor, Wonosalam, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, DIY.

    Penyelenggara :
    Panitia Dauroh Ilmiyah Nasional Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Jl. Godean Km 5 Gg Kenanga 26 B, Patran, RT 01/01, Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY.

    Kontak Person :
    Daurah Umum 0274 7453237
    Daurah Asatidz 0813 2802 2770
    Informasi Umum: 0857 4756 6736
    Informasi Paltalk : 0813 2856 1738.

    *** Insya Allah Kajian Ini akan disiarkan Live via Internet, dengan software Paltalk ( petunjuk: http://www.salafy.or.id/upload/paltalk.zip ). Di Room Religion & Spirituality - Islam - Salafiyyin dengan akun "salafiyyin" ***

    >>> Diharapkan menyebarkan informasi ini secara luas dengan alamat halaman situs ini http://daurah.salafy.or.id. Apabila ada perubahan, insya Allah akan diinformasikan lewat situs ini atau majalah Asy Syariah. Update terakhir 5 Juni 2010 pukul 08.38 WIB <<<>
    Demikian pengumuman ini semoga bermanfaat.

    Redaksi Salafy.or.id

    Catatan :
    - Rute menuju lokasi
    1. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo via pesawat :
    a. Menuju Bandara Adisutjipto, Jogjakarta
    b. Naik taksi/ojek/kendaraan ke terminal Giwangan, Jogjakarta
    c. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta no 6
    2. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Surabaya, Solo via bus :
    a. Turun di terminal Giwangan, Jogjakarta
    b. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta
    no 6
    3. Rute menuju lokasi dari Semarang via bus :
    a. Turun di terminal Jombor, naik bus kota jurusan terminal Giwangan, Jogjakarta
    b. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta no 6
    4. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo via kereta api :
    a. Menuju stasiun Tugu/Lempuyangan, Jogjakarta
    b. Naik bus kota menuju terminal Giwangan, Jogjakarta
    c. Ikuti rute menuju lokasi Jogjakarta no 6
    5. Rute menuju lokasi dari Jakarta, Semarang, Surabaya, Solo via kendaraan
    pribadi :
    a. Dari Jakarta, Purwokerto, Cilacap, Semarang, Surabaya, menuju Jogjakarta, setelah masuk Jogjakarta, temukan plang ke kota Bantul yang ada di Jl. Ringroad Selatan, perempatan Dongkelan.
    b. Lantas arahkan kendaraan ke selatan masuk Jalan Bantul untuk menuju ke kota Bantul, sampai gapura kota Bantul. Ikuti jalan sampai perempatan pertama (Klodran). Lokasi masjid Agung Manunggal, Bantul dari utara di sebelah kanan
    6. Rute menuju lokasi dari sekitar Jogjakarta :
    a. Dari terminal Jombor/halte Trans Jogja, ke terminal Giwangan Jogjakarta, naik bus Koperasi Abadi jurusan Bantul turun di perempatan Klodran (Masjid Agung Bantul)
    b. Dari terminal Giwangan Jogjakarta, naik bus Koperasi Abadi jurusan Bantul turun di perempatan Klodran (Masjid Agung Bantul)
    c. Dari arah Semarang turun di perempatan Dongkelan (Jl. Ringroad Selatan), naik bus Koperasi Abadi turun di perempatan Klodran (Masjid Agung Bantul)

    *) Peserta PUTRI dapat mendengarkan relay live di beberapa tempat sbb :
    a. Tarbiyatul Aulad Ibnu Taimiyyah
    Jl. Palagan Tentara Pelajar, Sedan, no 99 C RT 06/34. Sleman
    b. Ma'had Ar Ridlo
    Jl. Parangtritis km 6, RT 6/RW 46, Dagaran, Sewon Bantul